Kamis, 23 Juni 2016

MAKALAH TELA'AH INDIVIDU (NILA AYU KHOTIMAH)


MAKALAH
“TELAAH MATERI FIQIH MADRASAH ALIYAH KELAS XII”
Makalah  ini di Tujukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah Materi PAI III (SMA/SMK/MA) Semester 4 Oleh Dosen Pengampu Drs. Abdurrozaq Assowy


 


Disusun Oleh :
Nila Ayu Khotimah (141310003168)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(UNISNU) JEPARA
2016








KATA  PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tugas mata kuliah “Telaah Materi PAI III” yang membahas tentang “Kaidah-kaidah Ushul Fiqih” dapat tersusun dengan baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah  ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.


Jepara, 15 Juni 2016


Penyusun









DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
                BAB I (PENDAHULUAN)
A.    Latar Belakang.............................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan........................................................................................... 3
D.    Manfaat Penulisan......................................................................................... 3
         BAB II (PEMBAHASAN)
A.    Identitas Materi............................................................................................. 5
B.     Penjelasan Materi......................................................................................... 5
  C.     Problematika Pengajaran Fiqih di Tingkat MA.............................................. 20
  D.    Alternatif Penyelesaian Masalah Pengajaran Fiqih di Tingkat MA................... 21
BAB III (ANALISIS KOMPREHENSIF)…………………………….....………...22
               BAB IV (PENUTUP)
             A.    Simpulan...................................................................................................... 25
              B.     Kritik dan saran............................................................................................ 25








BAB I
PEMBAHASAN
A.    LATAR BELAKANG
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang merupakan peningkatan dari fiqh yang telah dipelajari oleh siswa di Madrasah Tsanawiyah/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari, memperdalam serta memperkaya kajian fiqh baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah ushul fiqh serta menggali tujuan dan hikmahnya, sebagai persiapan untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat (Depag, 2006: 13).
Secara substansial mata pelajaran Fiqh memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesame manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.
Selaras dengan pernyataan di atas, mata pelajaran Fiqhdi Madrasah Aliyah bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tata cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial; (2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesame manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya; (3)Mengenal, memahami, dan menghayati terhadap sumber hukum Islam dengan memanfaatkan ushul fiqh

Sebagai metode penetapan dan pengembangan hukum Islam dari sumbernya; (4) Menerapkan kaidah-kaidah dan dalil-dalil syara’dalam rangka melahirkan hukum Islam yang diambil dari dalil-dalilnya untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (Depag, 2006:14).
Berdasarkan deskripsi tujuan tersebut, fiqh adalah salah satu aspek dari Pendidikan Agama Islam yang memiliki makna strategis dan fungsional bagi kehidupan sehari-hari manusia muslim dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu fiqh perlu dibelajarkan kepada siswa dengan pendekatan yang efektif. Sebagai bagian dari Pendidikan Agama Islam (PAI), pendekatan pembelajaran fiqh yang digunakan sama dengan pendekatan pembelajaran PAI pada umumnya, yakni pendekatan keimanan, pengamalan, pembiasaan, rasional, emosional, fungsional, dan keteladanan (Puskur, 2003: 13).

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII Madrasah Aliyah?
2.      Bagaimana analisis materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII Madrasah Aliyah?
3.      Bagaimana problematika pengajaran fiqih di tingkat Madrasah Aliyah?
4.      Bagaimana alternatif penyelesaian masalah pengajaran fiqih di tingkat Madrasah Aliyah?

C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII madrasah Aliyah.
2.   Untuk mengetahui analisis materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII madrasah Aliyah.
3.      Untuk mengetahui problematika pengajaran fiqih di tingkat Madrasah Aliyah
4.      Untuk mengetahui alternatif penyelesaian masalah pengajaran fiqih di tingkat Madrasah Aliyah

D.     Manfaat Makalah
1.      Manfaat Teoritis
a.       Dapat memahami materi fiqih kelas XII
b.      Dapat menjelaskan materi fiqih kelas XII
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi pemakalah
Untuk meningkatkan pengetahuan pemakalah, khususnya islam kelas XII di Madrasah Aliyah.
b.      Bagi pembaca
Sebagai dasar pengetahuan bagi mahasiswa agar nantinya dapat mengaplikasikan dan menelaah materi fiqih kelas XII di Madrasah Aliyah.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Identitas Materi
Buku yang kami telaah adalah “Fikih Madrasah Aliyah Kelas XII”, yang disusun oleh Ulfa Mahfudhoh, S.Pd.I, M.Pd., dkk., yang diterbitkan oleh Akik Pustaka.
B.     Penjelasan Materi
Ø  Standar Kompetensi
-          Memahami kaidah-kaidah ushul fiqih.
Ø  Kompetensi Dasar
-          Menjelaskan macam-macam kaidah-kaidah ushul fiqih.
-          Menerapkan macam-macam kaidah-kaidah ushul fiqih.
Ø  Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu :
-          Menjelaskan pengertian tentang Kaidah Ushul fiqih.
-          Membuat rangkuman atas tujuh tema kaidah ushul fiqih dan mempresentasikannya dalam sebuah diskusi.
-          Membuat ringkasan dan pertanyaan atas tema yang dipresentasikan.
-          Membaca literatur yang membahas tujug tema kaidah ushul fiqih.
-          Mendiskusikan hasil bacaan tentang ’awaridh al-ahli-yah dan konsekuensi hukumnya.
-          Menterjemahkan dalil dan Membaca dalil-dalil tentang Kaidah Ushul fiqih.
-          Menyimpulkan hasil diskusi kelompok.
Nilai Karakter bangsa yang diharapkan :
Cinta ilmu, gemar membaca, kreatif, disiplin, mandiri, ingin tahu, kerja sama
Kewirausahaan / Ekonomi Kreatif : 
Percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, mampu mencari sumber belajar sendiri, mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri
Ø  Materi Pembelajaran
A.     Amr dan Nahi
1.      Pengertian Amr
Dari segi bahasa amr artinya suruhan. Sedang menurut istilah lain ialah segala lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.
2.      Bentuk-bentuk Amr
Kata yang menunjukkan kepada perintah seperti yang dimaksudkan dalam pengertian di atas mempunyai beberapa bentuk, yaitu :
a.       Fi’il Amr, seperti :
  Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberiandengan penuh kerelaan.
b.      Fi’il Mudhari’, seperti :
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat
c.       Isim Fi’il Amr, seperti :
Jagalah dirimu
d.      Masdar Pengganti Fi’il, seperti :
Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak
e.       Jumlah khabariyah/kalimat berita, seperti :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
f.     Kata yang mengandung makna perintah, seperti, farada, kutiba, amara dan sebagainya jawab syarat, dan sebagainya. 
3.      Kaidah-kaidah Amr
Kaidah-kaidah amr yaitu ketentuan-ketentuan yang dipakai para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum. Ulama’ Ushul merumuskan kaidah-kaidah amr dalam liama bentuk, yaitu :
KAIDAH PERTAMA
Pada dasarnya amr (perintah) itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah, antaralain seperti berikut ini.
1.      Nabd anjuran (sunnat), seperti :
Hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, (An nur 33)
2.      Irsyad, membimbing atau memberi petunjuk, seperti :
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli (Al Baqarah 282)
            Ada perbedaan Amr dalam bentuk irsyad dengan yang berbentuk nabd. Dengan nabd diharapkan mendapat pahala, sedang Irsyad untuk kemaslahatan serta kebaikan yang berhubungan dengan adat istiadat dan sopan santun atau etika saja.
3.      Ibahah, boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seperti :
Makan  dan minumlah (Al Baqarah 60)
4.      Tahdid mengancam, atau menghardik, seperti :
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki (Faslat 40)
5.      Taskhir, menghina atau merendahkan derajat, seperti :
“Jadilah kamu kera yang hina” (Al Baqarah 65)
6.      Ta’jiz, menunjukkan kelemahan lawan bicara, seperti :
Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an (Al Baqarah 23)
7.      Taswiyah, sama antara dikerjakan dan tidak, seperti :
Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu (Altura  16)
8.      Takzib,mendustakan, seperti :
Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti keenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (Al Baqarah 111)
9.      Talhif, membuat sedih atau merana, seperti :
Matilah kamu karena kemarahanmu itu (Al Imron 119)
10.  Do’a, permohonan, seperti :
Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu ( Al Kahfi 10)
KAIDAH KEDUA
 “Perintah setelah larangan menunjukkan kepada kebolehan.”
      Yang dimaksud dengan kaidah di atas yaitu apabila ada perbuatan-perbuatan yang sebelumnya dilarang, lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi hanya bersifat membolehkan, coba perhatikan firman Allah dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10 :
 “Wahai orang-orang yang beriman, apabila telah dipanggil untuk melaksanakan sholat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli.”
      Olah karena itu, perintah bertebaran di muka bumi sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat 10 tidak bersifat wajib, tetapi hanya diperbolehkan
KAIDAH KETIGA
 “Pada dasarnya perintah itu tidak mengkehendaki segera dilaksanakan”.
Misalnya tentang haji, seperti firman Allah dalam surat Al-Hajj 27 :
 “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji.”
Dalam hadist Nabi saw dinyatakan :
 “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu (untuk melaksanakan) haji, maka berhajilah kamu.”
Jumhur Ulama’ sepakat bahwa perintah mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diulur waktu, tanpa sebab yang dibenarkan oleh syara maka hukumnya akan berdosa.
KAIDAH KEEMPAT
Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah)”
      Contohnya perintah menunaikan ibadah haji, yaitu hanya satu kali dalam seumur hidup. Maka seandainya ada orang yang berpendapat perintah haji tersebut dimaksudkan pengulangan (beberapa klai), maka orang tersebut  harus mampu menunjukkan qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan.
Menurut  Ulama’ qarinah itu dapat dikelompokkan menjadi tiga :
1.      Perintah itu dikaitkan dengan syarat, seperti wajib mandi setiap junub.
 “Jika kamu berjunub, maka mandilah”. (QS. Al-Maidah : 6)
2.      Perintah itu dikaitkan dengan ilat, dengan kaidah :
 “Hukum itu ditentukan oleh ada atau tidaknya illat”.
Seperti hukum rajam sebab melakukan zina. Lihat surat An-Nur ayat 2:
 “Wanita dan laki-laki yang berzina mkaa deralah masing-masing seratus kali”.
3.      Perintah itu dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku dengan illat, seperti kewajiban shalat seiap kali masuk wudlu.
 “Kerjkanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir.”
            Dari papan di atas tampak jelas, bahwa berulangnya kewajibannya itu dihubungkan dengan berulangnya sebab. Dalam keitannya dengan masalah ini Ulama’ menetapkan kaidah.
KAIDAH KELIMA
 “Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya.”
      Kaidah ini menjelaskan bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak biasa terwujud tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, misalnya kewajiban melaksanakan shalat. Shalat ini tidak dapat dikerjakan tanpa suci terlebih dahulu. Karena itu, perintah shalat berarti juga perintah bersuci.
Dalam kaitannya dengan masalah ini, Ulama’ menetapkan kaidah :
 “Tiap-tiap perkara yang kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka perkara itu waji pula”.
B.     NAHI
1.      Pengertian Nahi
Menurut bahasa berarti larangan. Sedang menurut istilah larangan ialah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.
2.      Bentuk-bentuk Nahi
Ungkapan yang menunjukkan kepada “nahi”(larangan) itu ada beberapa bentuk :
a.       Fi’il Mudhari’ yang disertai dengan lanahiyah seperti :
Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi (Al Bakoroh 11)
b.      Lafaz-lafaz yang memberi pengertian haram atau perintah meninggalkan sesuatu perbuatan, seperti :
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al Bakoroh 275)
3.      Kaidah-kaidah Nahi
KAIDAH PERTAMA
Menurut Jumhur :
”Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram”
Seperti :
Dan janganlah kalian mendekati zina (Al Isro’ 32)
Alasan dipakai oleh jumhur :
1.      Adalah rasional akal memahami bahwa signat (bentuk) nahi itu menunjukkan arti yang sebenarnya, yaitu melarang.
2.      Ulama’ salaf memahami bentuk nahi yang lepas dari qorinah menunjukkan larangan.
Sebagain Ulama’ berpendapat :
 “Pada dasarnya larangan itu menunjukkan makruh”
           Menurut ulama’ yang memakai kaidah ini berdasar bahwa nahi menunjukkan bahwa sesuatu yang dilarang itu adalah tidak baik. Karena itu, ia tidak menunjukkan haram, tetapi makruh. Sebab makruhlah pengertian yang pasti.
           Sighat (bentuk) nahi selain menunjukkan haram, sesuai dengan qorinahnya, juga menunjukkan arti lain, coba perhatikan uraian berikut :
1.      Karahah
Janganlah kamu shalat di kandang onta
2.      Do’a
Ya tuhan kami janganlah engkau menyiksa kami, jika kami lupa
3.      Irsyad memberi petunjuk, mengarahkan seperti :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu
4.      Tahqir, menghina, seperti
Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup (AL Hajr 88)
5.      Bayan al-Aqibah,seperti :
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
6.      Ta’yis, menunjukkan putus asa, seperti :
Janganlah kamu mengemukakan udzur pada hari ini. (Al IMron 169)
7.      Tahdid,
KAIDAH KEDUA
Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya.
Seperti
”Janganlah kamu mempersekutukan Allah.
Larangan mempersekutukan Allah berarti perintah mentauhidkanNya.
KAIDAH KETIGA
 “Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu”.
      Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau sebab-sebab lain, maka larangan itu menhendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya. Namun bila larangan itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu berlaku bila ada sebab. Seperti
”Janganlah shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. (An nisa’ 43)
KAIDAH KEEMPAT
 “Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad (rusak) secara mutlak”.
Rasulullah saw bersabda :
 “Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”.
C.    ‘Am dan Khas
‘Am dan kaidahnya
           Ditinjau dari segi bahasa, kata ‘amm artinya yang umum, mereta, dan menyeluruh. Sedangkan menurut istilah , a’amm sebagaiman dipaparkan olah Abdul Hamid Hakim adalah ‘Amm adalah lafal yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuan-satuan (afrad) yang ada dalam lafal itu tanpa pembatasan jumlah tertentu.
           Misalnya kata ‘amm yang artinya manusia. Di sini, arti manusia meliputi semua jenis manusia tanpa mempeduliakan usia, jenis kelamin, kedudukan, dan segala gelar-gelar yang melekat pada manusia. Anak-anak dan orang tua , laki-laki dan perempuan, juragan dan buruh, guru dan siswa, semuanya adalah termasuk manusia.
           Dari segi bahasa, kata khass berarti trtentu atau khusus. Sedangkan dalam istilah ushul fikih, khass adalah lafal yang menunjukkan satu makna tertentu. Makna tertentu tersebut biasa menunjukkan perorangan seperti Aisyah atau menunjukkan satu jenis seperti perempuan atau menunjukkan bilangan seperti lima, tujuh, dua belas, lima belas, sbuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan sebagainya.
D.    Mutlaq dan Muqayyad
Pada suatu saat, seseorang baik itu ayah, ibu, atau kakak anda mungkin pernah meminta anda membeli sesuatu. Misalnya, ayah anda berkata, “tolong belikan buah-buahan”. Jika anda pergi ke pasar, toko atau swalayan dan membeli belimbing, apel, jeruk, klengkeg, durian, dan sebagainya yang termasuk buah, maukah anda desalahkan?. Tentunya tidak kan, sebab, Ibu anda hanya berkata buah, tanpa jelas buah apa yang dia kehendaki.
Lain  halnya jika ibu anda berkata, “tolong belikan buah kurms”, sementara kalian membeli buah durian atau apel. Jika hal ini terjadi, anda telah melakukan kesalahan, karena jelas-jelas ibu anda berkata buah kurma.
Gambaran diatas adalah masalah ketidakjelasan dan kejelasan makna kata. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kalian bisa jadi sering menjumpai kasus seperti diatas. Kata-kata yang terlalu umum  maknanya dalam istilah ushul fikih dapat kelompokkan ke dalam lafal ‘amm dan mutlaq. Di sisi lain, andapun sering menjumpai kata-kata yang artinya sudah jelas dan spesifik. Kata-kata seperti ini dapat digolongkan ke dalam khass dan muqayyad.
Ungkapan yang terlalu umum pasti akan menyulitkan pendengar atau pembaca mencari maksud yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan kata lain yang bisa mengkhususkannya. Nah, supaya lebih jelas, perhatikan uraian berikut.
1.      Pengertian mutlaq dan muqqayad
Secara bahasa Mutlak berarti tidak terikat. Menurut istilah Ulama’ ushul, mutlak ialah “Suatu lafadz tertentu yang tidak terikat oleh batasan lafadz yang mengurangi keumumannya.”
2.      Hukum lafadz Mutlaq dan Muqayyad
Nash yang mutlak harus tetap dipegang sesuai dengan sifat mutlaknya itu, selama tidak ada dasar yang membatasinya. Demikian juga nash yang muqqayad wajib dipahami sesuai sifat muqqayatnya itu.
Bila pada suatu Nash khitab datang bersifta tetapi dalam Nash lain bersifat muqqayat, maka ada beberapa kemungkinanmenurut para Ulama’.
a.       Jika masalah dan hukum dalam nash itu sama setara dengan keadaan mutlaq dan muqqayad terdapat pada hukum, maka yang wajib berpegang adalah yang muqqayad.
b.      Jika masalah hukum kedua Nash itu sama serta dalam keadaan mutlaq dan muqqayat terdapat pada sebab hukum, maka yang harus dipegang adalah muqayyad. Seperti dalam suatu hadits :


Artinya : “ Pada lima ekor wajib zakat”.
Sedang pada riwayat lain dikatakan
Artinya : “ Pada lima ekor unta ynag diternakan wajib zakat.”
Maka dijadikan pegangan adalah hadits yang kedua (muaqayyad ), yaitu lima ekor unta yang diternakkan wajib zakat.
c.       Jika problematikanya berbeda dan hukumnya sama, maka menurut sebagian besar Ulama’ Syafi’iyah wajib yang dipegang adalah yang muqayyad.
d.      Jika problematikanya sama dan bukan berbeda, maka menurut jumhur Ulama’ pengikut Imam Syafi’i (Syafi’iyyah) dan Ulama’ pengikut Imam Hambali (Hanabillah) harus berpegang kepada yang muqayyad. Sedang menurut Malikiyyah dan Hanafiyyah harus berpegang kepada yang muqayyad kepada masing-maisng. Yaitu yang mutlak harus mutlak dan yang muqayyad harus muqayyad. Misalnya mengenai bersuci (dengan tayammum dan wudlu).
e.       Jika masalahnya berbeda dan hukumnya berbeda pula, maka yang harus dipakai pegangan adalah masing-masing, yang mutlaq sesuai dengan mutlaqnya dan yang muqayyad sesuai dengan muqayyadnya.
E.     Mantuq dan Mafhum
1.      Pengertian Mantuq dan Mafhum
Ditinjau dari segi bahasa Mantuq artinya diucapakan. Sedangkan menurut istilah ialah “Apa yang ditunjukkan oleh lafadz sesuai dengan yang diucapkan”.
     Dari sisi mantuq ayat ini mengharamkan mengatakan “ah” kepada orang tua, namun mafhumnya bisa menunjukkan haram memukul mereka. Haramnya memukul orang tua tidak ditunjukkan oleh lafadz ayat ini, tetapiditunjukkan oleh pemahaman atau mafhumnya ayat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mantuq berarti makna yang tersurat sedangkan mafhum adalah makna tersirat.
2.      Macam-macam mantuq
Mantuq dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       Mantuq Nash, yaitu lafadz yang tidak mungkin dipalingkan kepada arti lain selain arti harfiahnya (letter meaning).
Seperti : (makna hendaklah berpuasa tiga hari).
b.      Mantuq Zihar yaitu suatu kata yang memungkinkan untuk palingkan kepada arti lain, selain arti harfiahnya.
Seperti : (tangan Allah diatas tangan manusia)
Menurut zahirnya kata yadu artinya tangan, namun mustahil Allah bertangan, maka ditakwilkan atau dipalingkan kepada arti lain yaitu “kekuasaan”.
3.      Macam-macam Mafhum
Mafhum dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1.      Mafhum muwafaqat, yaitu sesuatu yang tidak diucapkan (tersirat) hukumnya  sesuai dengan lafal yang dilafadzkan.
Misalnya : Minum keras itu memabukkan. Khamr (arak) juga memabukkan dan hukumnya adalah haram. Karena itu hukum minuman keras itu sama dengan hukum khamr, yaitu haram.
Mafhum muwafaqat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Fahwal Khitab, maksudnya apabila yang tidak dilafadzkan (mafhum) itu lebih utama hukumnya daripada dilafadzkan.
Contohnya memukul atau menendang ibu bapak itu haram hukumnya, sebab mengucapkan “ah” saja (lebih ringan dari memukul atau menendang) juga haram apalagi memukul atau menendang.
b.      Lahnul Khitab, maksudnya jika yang tidak dilafadzkan itu sama hukumnya dengan yang dilafadzkan. Seperti membakar harta anak yatim itu haram, sebab memakannya juga haram. Keduanya sama-sama merusak atau menghancurkan harta mereka.
2.      Mafhumul Mukhalafah, adalah yang tidak dilafadzkan itu berlainan hukumnya dengan dilafadzkan.
3.      Berhujjah dengan Mafhum
Jumhur ulama’ sepakat membolehkan berdalil dengan mafhum muwafaqah. Namun berdalil dengan mafhum mukhalaf, antara para Ulama’ berbeda. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa berhujjah dengan mafhum mukhalafah diperbolehkan kecuali mafhum Laqab. Sedang ulama’ hanafiah, ibnu hazm dan golongan zahiriyah berpendapat bahwa semua mafhum mukhalafah tidak dapat dijadikan dasar.
Ø  Pendekatan & Metode Pembelajaran
Metode yang digunakan adalah:
-       Ceramah
-       Tanya Jawab
-       Diskusi kelompok
-       Pemberian Tugas
-       Pengamatan
Strategi Pelaksanaan Pembelajaran
1)      Pendahuluan :
Apersepsi dan Motivasi :
-          Memberikan salam dan memulai pelajaran dengan basmalah serta mengecek siswa yang tidak masuk.
-          Memberikan apersepsi/ materi yang ada hubungan dengan materi yang diajarkan serta memberikan motivasi.
-          Menyampaikan kompetensi  dari materi  yang akan diajarkan.
-          Menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dari materi yang akan diajarkan
2)      Kegiatan inti
Eksplorasi
-       Guru menunjuk salah seorang siswa untuk menjelaskan pengertian tentang mahkum ’alaih.
-       Siswa membuka Al-Qur’an untuk mencari  dalil yang berkaitan dengan materi (eksplorasi)
Elaborasi
-       Siswa ditunjukkan dalil nakli tentang hukum Islam tentang mahkum ’alaih.
-       Siswa memabaca dalil nakli yang berkaitan dengan materi/yaitu tentang Hukum taklifi.
-       Guru menunjuk siswa lain untuk menjelaskan tentang mahkum ’alaih.
Konfirmasi
-       Guru bertanya kepada siswa tentang mahkum ’alaih.
-       Siswa mengidentifikasi tentang ciri-ciri dari masing-masing Hukum taklifi.
3)      Kegiatan penutup.
-       Mengadakan tanya jawab tentang mahkum ’alaih.
-       Guru merangkum materi yang baru saja diajarkan.
-       Guru menugaskan keada siswa mencari dail nakli yang berhubungan dengan mahkum ’alaih.
-       Menutup pelajaran dengan membaca salam dan membaca hamdalah

Ø  Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar yang diterapkan pada materi fikih Madrasah Aliyah kelas XII adalah dengan  merefleksi siswa tentang materi yang telah diajarkan, ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian  guru juga memberi penugasan tes tertulis melalui tugas yang bertujuan mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, dan juga uji kompetensi dan evaluasi semester, bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa pada setiap bab dan semester.
Ø  Sumber dan Referensi Pembelajaran
Dalam materi fiqih kaidah-kaidah ushul fiqih guru bisa mengambil dari sumber dan referensi pembelajaran melalui:
-       Internet dan Intranet
-       Buku paket Penidikan Agama Islam dan Buku Fiqih kelas XII
-       Buku yang relevan dengan materi yang diajarkan
-       LKS Fiqih
-       LCD
-       Al-Qur’an dan terjemahannya
Ø  Waktu Pelaksanaan Pembelajaran
Waktu pembelajaran adalah 90 menit yaitu  satu setengah jam, 15 menit untuk pendahuluan, 50 menit untuk kegiatan inti, dan 15 menit untuk penutup.
Ø  Media Pembelajaran
Media yang digunakan adalah slide dan papan tulis.

C.    Problematika Pengajaran Fiqih di Tingkat MA
Yang menjadi kendala dalam pembelajaran mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah adalah : pertama, dan faktor eksternal yaitu masih adanya anggapan orang tua bahwa pendidikan agama misalnya adalah sepenuhnya tanggung jawab pihak madrasah (pendidik) yang mengakibatkan peserta didik kurang maksimal dalam mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam materi mata pelajaran Fiqih. Untuk itu seharusnya ada kerjasama antara pihak madrasah dan orang tua untuk menyamakan visi dan misi agar tujuan pembelajaran khususnya mata pelajaranfiqh dapat tercapai.Kedua, darifaktor internal yang terdiri dari tenaga pendidik, materi, metode, alat pembelajaran, dan evaluasi.Dilihat darisegi tenaga pendidik, bahwa mata pelajaran fiqih diajarkan oleh para pendidik yang berbasis pesantren. Jadi masih memegang paradigma pendidikan Islam kuno sehingga mereka kurang profesional.Selanjutnya dilihat darisegi metode, metode yang digunakan hanya terdiri darimetode bandongan, metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode hafalan. Padahal mata pelajaran fiqih memerlukan adanya metode demonstrasi.Kemudian dilihat darisegi alat pembelajaran, alat pembelajaran kurang memadai.Kemudian dilihat darisegi evaluasi, masih berorientasi pada penguasaan aspek kognitif saja.

D.    Alternatif Penyelesaian MasalahPengajaran Fiqih di Tingkat MA
Demi terlaksananya pembelajaran mata pelajaran fiqih yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat mengurangi masalah yang dihadapi. Sebaiknya para tenaga pendidik mata pelajaran fiqh di Madrasah Aliyah dapat lebih meningkatkan proses pembelajaran mata pelajaran fiqih, dansenantiasa memperhatikan teknik-teknik dan teori pembelajaran yang baik serta akan lebih baik jika para pendidik mencoba untuk menerapkan metode Drill maupun demonstrasi didalam proses pembelajaran. Factor-faktor yang menjadi problem sebagai cambuk harus ditaklukkan sehingga dapat menjadi pemicu bagi proses pembelajaran mata pelajaran fiqih yang perfect, efektif, dan efisien.



BAB III
ANALISIS KOMPREHENSIF
1.      Analisis Spesifikasi (Diskriptif)
Buku yang telah kami telaah “Fikih Madrasah Aliyah kelas XII” yang disusun disusun oleh Ulfa Mahfudhoh, S.Pd.I, M.Pd., dkk., yang diterbitkan oleh Akik Pustaka.
Perincian materi sebagaimana terlampir di Bab II.
2.      Analisis Relefansi
Relefansi antara materi pembelajaran kaidah-kaidah ushul fiqih Madrasah Aliyah kelas XII sudah sesuai, tetapi alangkah baiknya jika guru dapat berkreasi dan inovasi memberikan materi-materi tambahan. Karena jika hanya berdasarkan materi yang ada pada buku siswa saja peserta didik hanya akan punya pengetahuan yang standar saja. Terlebih lagi di buku siswa pembahasan materi hanya sedikit, hanya beberapa lembar saja. Dan guru harus mempunyai pengetahuan awal dan paham tentang materi tersebut,agar tidak menimbulkan kebinggungan pada peserta didik.
3.      Analisis Efisiensi dan Efektifitas
Pembelajaran dikatakan efektif jika terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, adanya partisipasi aktif dari anggota. Penyampaian materi fiqih Madrasah Aliyah kelas XII tentang kaidah-kaidah ushul fiqih dan pembagian alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai. Kreatifitas guru dalam memanfaatan media untuk menunjang pembelajaran sudah baik. Dan juga adanya partisipasi keaktifan dari peserta didik yang dapat memicu pemahaman materi yang disampaikan oleh guru, yang tidak memerlukan pengulangan penyampaian lagi, yang berdampak pada penambahan waktu yang tidak efisein.
Efektifitas pembelajaran adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target pembelajaran tercapai. Proses belajar mengajar mata pelajaran fiqih Madrasah Aliyah kelas XII akan efektif jika murid maupun guru cukup dipersiapkan. Kesiapan para murid meliputi faktor-faktor fisik kognitif dan perkembangan rohani, latar belakang pengalaman dan motivasi. Mengajar merupakan suatu kegiatan yang sangat memerlukan ketrampilan profesional dan banyak sekali dari apa yang harus dikerjakan oleh guru dan instruktur baik di dalam maupun di luar kelas melibatkan pengambilan berbagai keputusan. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru atau pengajar adalah mengelola pengajaran lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara dua subyek pengajaran guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami  dan terlibat aktif untuk memperoleh diri dalam pengajaran. Dalam pembelajaran  yang aktif, seorang guru memerlukan metode yang bervariasi sesuai dengan  tujuan yang ingin dicapai setelah pelajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar. Pada pelajaran fiqih Madrasah Aliyah kelas XII materi kaidah-kaidah ushul fiqih guru bisa menggunakan metode ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, pemberian tugas dan pengamatan. Metode apapun bisa digunakan selama penggunaanya untuk mencapai tujuan efektif dan efesien.
4.      Analisis Inovatif dan Pengembangan
Berdasarkan komponen yang ada dalam komponen keseluruhan sistem pendidikan, terdapat banyak hal yang perlu mendapat perubahan, baik itu peningkatan, penyempurnaan maupun perbaikan melalui kegiatan inovasi.
Bidang-bidang tersebut antara lain menyangkut peserta didik, tujuan pendidikan, isi bahan ajar, media pelajaran, fasilitas pendidikan, metode dan teknik komunikasi, structural tata laksana, hasil-hasil pendidikan, situasi belajar mengajar dan sebagainya.
a.       Bidang peserta didik atau pelajar, kemampuan (achievement), peserta didik harus dapat memahami materi yang telah disampaikan pendidik.
b.      Bidang tujuan pendidikan dengan rincian sebagai berikut :
Siswa dapat:
-       Menjelaskan pengertian tentang Mahkum ’alaih.
-       Membaca literatur untuk menggali hal-hal yang berkaitan dengan mahkum ’alaih.
-       Mendiskusikan hasil bacaan tentang ’awaridh al-ahli-yah dan konsekuensi hukumnya.
-       Menterjemahkan dalil dan Membaca dalil-dalil tentang mahkum ’alaih.
-       Menyimpulkan tentang mahkum ’alaih.
c.       Isi pelajaran : Peserta didik dapat memahami kaidah-kaidah ushul fiqih.
d.      Media Pembelajaran ;
-       Slide
-       Papan Tulis
e.       Fasilitas pendidikan ; Pendidik dapat memanfaatkan dan berkreatifitas dengan menggunakan media yang ada sebagai penunjang terlaksananya pembelajaran.
f.       Metode dan teknik komunikasi ; Interaksi langsung dan tidak langsung, metode yang digunakan:
-       Ceramah
-       Tanya Jawab
-       Diskusi kelompok
-       Pemberian Tugas
-       Pengamatan
g.      Evaluasi hasil pendidikan ;
Evaluasi hasil belajar yang diterapkan pada materi fikih Madrasah Aliyah kelas XII adalah dengan  merefleksi siswa tentang materi yang telah diajarkan, ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian  guru juga memberi penugasan tes tertulis melalui tugas yang bertujuan mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, dan juga uji kompetensi dan evaluasi semester, bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa pada setiap bab dan semester.








BAB IV
PENUTUP
A.    Simpulan
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang merupakan peningkatan dari fiqh yang telah dipelajari oleh siswa di Madrasah Tsanawiyah/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari, memperdalam serta memperkaya kajian fiqh baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah ushul fiqh serta menggali tujuan dan hikmahnya, sebagai persiapan untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat (Depag, 2006: 13).
Dari hasil telaah, pada penjelasan materi Fikih kelas XII Madrasah Aliyah secara keseluruhan cukup baik, namun masih ada beberapa yang perlu dibenahi  dan butuh peninjauan kembali yang sudah dijelaskan pada BAB analisis diatas.

B.     Kritik dan Saran
1.      Saran untuk guru.
Guru hendaknya memperhatikan lebih detail mengenai pembuatan silabus, RPP, prota dan promes, sehingga tidak ada kekeliruan dalam penulisan dan bisa dibaca dengan baik untuk para penelaah selanjutnya.
2.      Saran untuk pengkaji selanjutnya.
3.      Untuk pengkaji selanjutnya supaya dalam pengkajian lebih detail dalam menelaah sehingga kekurangan yang ada di dalam kajian bisa teratasi mendapatkan solusi yang tepat.

Tidak ada komentar: