MAKALAH
“TELAAH
MATERI FIQIH MADRASAH ALIYAH KELAS
XII”
Makalah
ini di Tujukan Guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Telaah Materi PAI III (SMA/SMK/MA) Semester 4
Oleh Dosen Pengampu Drs. Abdurrozaq Assowy
Disusun Oleh :
Nila Ayu
Khotimah (141310003168)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(UNISNU)
JEPARA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tugas mata kuliah “Telaah Materi PAI III” yang membahas tentang
“Kaidah-kaidah
Ushul Fiqih” dapat tersusun dengan
baik. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta
rahmat bagi seluruh alam semesta.
Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Jepara, 15 Juni 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
BAB I (PENDAHULUAN)
A.
Latar Belakang.............................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan........................................................................................... 3
D.
Manfaat
Penulisan......................................................................................... 3
BAB II (PEMBAHASAN)
A.
Identitas
Materi............................................................................................. 5
B.
Penjelasan
Materi......................................................................................... 5
C.
Problematika
Pengajaran Fiqih di Tingkat MA.............................................. 20
D.
Alternatif Penyelesaian Masalah Pengajaran Fiqih di
Tingkat MA................... 21
BAB III (ANALISIS KOMPREHENSIF)…………………………….....………...22
BAB IV (PENUTUP)
A.
Simpulan...................................................................................................... 25
B.
Kritik dan saran............................................................................................ 25
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
LATAR
BELAKANG
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah
Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang merupakan
peningkatan dari fiqh yang telah dipelajari oleh siswa di Madrasah
Tsanawiyah/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari,
memperdalam serta memperkaya kajian fiqh baik yang menyangkut aspek ibadah maupun
muamalah, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah ushul fiqh serta
menggali tujuan dan hikmahnya, sebagai persiapan untuk melanjutkan kependidikan
yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat (Depag, 2006: 13).
Secara substansial mata pelajaran Fiqh
memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk mempraktikkan dan
menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia
itu sendiri, sesame manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.
Selaras dengan pernyataan di atas,
mata pelajaran Fiqhdi Madrasah Aliyah bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan memahami
prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tata cara pelaksanaan hukum Islam baik yang
menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan
pribadi dan sosial; (2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam
dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran
agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu
sendiri, sesame manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya;
(3)Mengenal, memahami, dan menghayati terhadap sumber hukum Islam dengan memanfaatkan
ushul fiqh
Sebagai metode penetapan dan pengembangan hukum Islam
dari sumbernya; (4)
Menerapkan
kaidah-kaidah dan dalil-dalil syara’dalam rangka melahirkan hukum Islam
yang diambil
dari dalil-dalilnya untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
(Depag, 2006:14).
Berdasarkan deskripsi tujuan tersebut,
fiqh adalah salah satu aspek dari Pendidikan Agama Islam yang memiliki makna strategis
dan fungsional bagi kehidupan sehari-hari manusia muslim dalam kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu fiqh perlu dibelajarkan kepada
siswa dengan pendekatan yang efektif. Sebagai bagian dari Pendidikan Agama
Islam (PAI), pendekatan pembelajaran fiqh yang digunakan sama dengan pendekatan
pembelajaran PAI pada umumnya, yakni pendekatan keimanan, pengamalan,
pembiasaan, rasional, emosional, fungsional, dan keteladanan (Puskur, 2003:
13).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII Madrasah Aliyah?
2.
Bagaimana analisis materi fiqih tentang
kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII Madrasah Aliyah?
3.
Bagaimana problematika
pengajaran fiqih di tingkat Madrasah
Aliyah?
4.
Bagaimana alternatif
penyelesaian masalah pengajaran fiqih di tingkat Madrasah
Aliyah?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk
mengetahui materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII madrasah
Aliyah.
2. Untuk
mengetahui analisis materi fiqih tentang kaidah-kaidah ushul fiqih kelas XII
madrasah Aliyah.
3. Untuk mengetahui problematika pengajaran fiqih di tingkat Madrasah
Aliyah
4. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian masalah pengajaran fiqih di tingkat Madrasah
Aliyah
D. Manfaat Makalah
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memahami materi fiqih kelas XII
b. Dapat menjelaskan materi fiqih kelas XII
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemakalah
Untuk meningkatkan pengetahuan pemakalah, khususnya
islam kelas XII di Madrasah Aliyah.
b. Bagi pembaca
Sebagai dasar pengetahuan bagi mahasiswa agar nantinya
dapat mengaplikasikan dan menelaah materi fiqih kelas XII di Madrasah Aliyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identitas Materi
Buku
yang kami telaah adalah “Fikih Madrasah Aliyah Kelas XII”, yang disusun oleh
Ulfa Mahfudhoh, S.Pd.I, M.Pd., dkk., yang diterbitkan oleh Akik Pustaka.
B.
Penjelasan
Materi
Ø Standar Kompetensi
-
Memahami kaidah-kaidah ushul fiqih.
Ø Kompetensi Dasar
-
Menjelaskan
macam-macam
kaidah-kaidah ushul fiqih.
-
Menerapkan macam-macam kaidah-kaidah
ushul fiqih.
Ø Tujuan Pembelajaran
Siswa
mampu :
-
Menjelaskan pengertian tentang Kaidah Ushul fiqih.
-
Membuat rangkuman atas tujuh tema kaidah ushul fiqih dan
mempresentasikannya dalam sebuah diskusi.
-
Membuat ringkasan dan pertanyaan atas tema
yang dipresentasikan.
-
Membaca literatur yang membahas tujug tema kaidah ushul fiqih.
-
Mendiskusikan hasil bacaan tentang ’awaridh al-ahli-yah dan
konsekuensi hukumnya.
-
Menterjemahkan dalil dan Membaca dalil-dalil tentang Kaidah Ushul fiqih.
-
Menyimpulkan hasil diskusi kelompok.
Nilai Karakter bangsa yang diharapkan :
Cinta
ilmu, gemar membaca, kreatif, disiplin, mandiri, ingin tahu, kerja sama
Kewirausahaan / Ekonomi Kreatif :
Percaya
diri, berorientasi tugas dan hasil, mampu mencari sumber belajar sendiri,
mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri
Ø Materi Pembelajaran
A. Amr dan Nahi
1. Pengertian Amr
Dari segi bahasa amr artinya suruhan.
Sedang menurut istilah lain ialah segala lafaz yang dipergunakan oleh orang
yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta
bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.
2. Bentuk-bentuk Amr
Kata yang menunjukkan kepada perintah
seperti yang dimaksudkan dalam pengertian di atas mempunyai beberapa bentuk,
yaitu :
a.
Fi’il Amr, seperti :
Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberiandengan
penuh kerelaan.
b.
Fi’il Mudhari’, seperti :
Dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan umat
c.
Isim Fi’il Amr, seperti :
Jagalah dirimu
d.
Masdar Pengganti Fi’il, seperti :
Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak
e.
Jumlah khabariyah/kalimat berita,
seperti :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
f. Kata yang mengandung makna perintah,
seperti, farada,
kutiba, amara dan sebagainya jawab syarat, dan sebagainya.
3. Kaidah-kaidah Amr
Kaidah-kaidah amr yaitu
ketentuan-ketentuan yang dipakai para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum.
Ulama’ Ushul merumuskan kaidah-kaidah amr dalam liama bentuk, yaitu :
KAIDAH PERTAMA
Pada dasarnya amr (perintah) itu menunjukkan kepada
wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah,
antaralain seperti berikut ini.
1. Nabd anjuran
(sunnat), seperti :
Hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, (An nur 33)
2. Irsyad,
membimbing atau memberi petunjuk, seperti :
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli (Al Baqarah 282)
Ada
perbedaan Amr dalam bentuk irsyad dengan yang berbentuk nabd. Dengan nabd
diharapkan mendapat pahala, sedang Irsyad untuk kemaslahatan serta kebaikan
yang berhubungan dengan adat istiadat dan sopan santun atau etika saja.
3. Ibahah,
boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seperti :
Makan
dan minumlah (Al Baqarah 60)
4. Tahdid mengancam,
atau menghardik, seperti :
Perbuatlah
apa yang kamu kehendaki (Faslat 40)
5. Taskhir,
menghina atau merendahkan derajat, seperti :
“Jadilah
kamu kera yang hina” (Al Baqarah 65)
6. Ta’jiz,
menunjukkan kelemahan lawan bicara, seperti :
Buatlah satu surat (saja) yang semisal
Al Qur’an
(Al Baqarah 23)
7. Taswiyah,
sama antara dikerjakan dan tidak, seperti :
Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah
panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu (Altura 16)
8. Takzib,mendustakan,
seperti :
Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti
keenaranmu jika
kamu adalah orang yang benar” (Al Baqarah 111)
9. Talhif,
membuat sedih atau merana, seperti :
Matilah kamu karena kemarahanmu itu (Al Imron 119)
10. Do’a,
permohonan, seperti :
Wahai
Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu ( Al Kahfi 10)
KAIDAH KEDUA
“Perintah setelah larangan menunjukkan kepada
kebolehan.”
Yang
dimaksud dengan kaidah di atas yaitu apabila ada perbuatan-perbuatan yang
sebelumnya dilarang, lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut
bukan perintah wajib tetapi hanya bersifat membolehkan, coba perhatikan firman
Allah dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10 :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila telah
dipanggil untuk melaksanakan sholat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kepada
mengingat Allah dan tinggalkan jual beli.”
Olah
karena itu, perintah bertebaran di muka bumi sebagaimana yang dijelaskan dalam
ayat 10 tidak bersifat wajib, tetapi hanya diperbolehkan
KAIDAH KETIGA
“Pada dasarnya perintah itu tidak
mengkehendaki segera dilaksanakan”.
Misalnya tentang haji, seperti firman
Allah dalam surat Al-Hajj 27 :
“Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji.”
Dalam hadist Nabi saw dinyatakan :
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu
(untuk melaksanakan) haji, maka berhajilah kamu.”
Jumhur Ulama’ sepakat bahwa perintah
mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diulur waktu, tanpa sebab
yang dibenarkan oleh syara maka hukumnya akan berdosa.
KAIDAH KEEMPAT
Pada dasarnya perintah itu tidak
menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah)”
Contohnya
perintah menunaikan ibadah haji, yaitu hanya satu kali dalam seumur hidup. Maka
seandainya ada orang yang berpendapat perintah haji tersebut dimaksudkan
pengulangan (beberapa klai), maka orang tersebut harus mampu menunjukkan qarinah atau kalimat
yang menunjukkan kepada pengulangan.
Menurut
Ulama’ qarinah itu dapat dikelompokkan menjadi tiga :
1.
Perintah itu dikaitkan dengan syarat,
seperti wajib mandi setiap junub.
“Jika kamu berjunub, maka mandilah”. (QS.
Al-Maidah : 6)
2.
Perintah itu dikaitkan dengan ilat,
dengan kaidah :
“Hukum itu ditentukan oleh ada atau tidaknya
illat”.
Seperti hukum rajam sebab melakukan
zina. Lihat surat An-Nur ayat 2:
“Wanita dan laki-laki yang berzina mkaa
deralah masing-masing seratus kali”.
3.
Perintah itu dikaitkan dengan sifat atau
keadaan yang berlaku dengan illat, seperti kewajiban shalat seiap kali masuk
wudlu.
“Kerjkanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir.”
Dari
papan di atas tampak jelas, bahwa berulangnya kewajibannya itu dihubungkan
dengan berulangnya sebab. Dalam keitannya dengan masalah ini Ulama’ menetapkan
kaidah.
KAIDAH KELIMA
“Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti
memerintahkan pula segala wasilahnya.”
Kaidah
ini menjelaskan bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak biasa terwujud
tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan
yang diperintah itu, misalnya kewajiban melaksanakan shalat. Shalat ini tidak
dapat dikerjakan tanpa suci terlebih dahulu. Karena itu, perintah shalat
berarti juga perintah bersuci.
Dalam kaitannya dengan masalah ini,
Ulama’ menetapkan kaidah :
“Tiap-tiap perkara yang kewajiban tidak
sempurna kecuali dengannya, maka perkara itu waji pula”.
B. NAHI
1.
Pengertian Nahi
Menurut bahasa berarti
larangan. Sedang menurut istilah larangan ialah tuntutan
meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya
kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.
2.
Bentuk-bentuk Nahi
Ungkapan yang menunjukkan kepada
“nahi”(larangan) itu ada beberapa bentuk :
a.
Fi’il Mudhari’ yang disertai dengan
lanahiyah
seperti
:
Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi (Al Bakoroh 11)
b.
Lafaz-lafaz yang memberi pengertian
haram atau perintah meninggalkan sesuatu perbuatan, seperti :
Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba (Al Bakoroh 275)
3.
Kaidah-kaidah Nahi
KAIDAH
PERTAMA
Menurut Jumhur :
”Pada dasarnya larangan itu menunjukkan
haram”
Seperti :
Dan janganlah kalian mendekati zina (Al Isro’ 32)
Alasan dipakai oleh jumhur :
1.
Adalah rasional akal memahami bahwa
signat (bentuk) nahi itu menunjukkan arti yang sebenarnya, yaitu melarang.
2.
Ulama’ salaf memahami bentuk nahi yang
lepas dari qorinah menunjukkan larangan.
Sebagain Ulama’ berpendapat :
“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan
makruh”
Menurut
ulama’ yang memakai kaidah ini berdasar bahwa nahi menunjukkan bahwa sesuatu
yang dilarang itu adalah tidak baik. Karena itu, ia tidak menunjukkan haram,
tetapi makruh. Sebab makruhlah pengertian yang pasti.
Sighat
(bentuk) nahi selain menunjukkan haram, sesuai dengan qorinahnya, juga
menunjukkan arti lain, coba perhatikan uraian berikut :
1.
Karahah
Janganlah
kamu shalat di kandang onta
2.
Do’a
Ya
tuhan kami janganlah engkau menyiksa kami, jika kami lupa
3.
Irsyad memberi petunjuk, mengarahkan
seperti :
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu
4. Tahqir,
menghina, seperti
Janganlah
sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup (AL Hajr 88)
5. Bayan
al-Aqibah,seperti :
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang
yang gugur di jalan Allah itu mati;
6. Ta’yis,
menunjukkan putus asa, seperti :
Janganlah kamu mengemukakan udzur pada
hari ini.
(Al IMron 169)
7. Tahdid,
KAIDAH
KEDUA
Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan
kebalikannya.
Seperti
”Janganlah kamu mempersekutukan Allah”.
Larangan mempersekutukan Allah berarti
perintah mentauhidkanNya.
KAIDAH
KETIGA
“Pada dasarnya larangan yang mutlak
menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu”.
Apabila ada larangan yang tidak
dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau sebab-sebab lain, maka larangan
itu menhendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya. Namun bila larangan
itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu berlaku bila ada
sebab. Seperti
”Janganlah shalat sedang kamu dalam
keadaan mabuk”. (An nisa’ 43)
KAIDAH
KEEMPAT
“Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad
(rusak) secara mutlak”.
Rasulullah saw bersabda :
“Setiap perkara yang tidak ada perintah kami,
maka ia tertolak”.
C. ‘Am dan Khas
‘Am dan kaidahnya
Ditinjau
dari segi bahasa, kata ‘amm artinya yang umum, mereta, dan menyeluruh.
Sedangkan menurut istilah , a’amm sebagaiman dipaparkan olah Abdul Hamid Hakim
adalah ‘Amm
adalah lafal yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuan-satuan
(afrad) yang ada dalam lafal itu tanpa pembatasan jumlah tertentu.
Misalnya
kata ‘amm yang artinya manusia. Di sini, arti manusia meliputi semua jenis
manusia tanpa mempeduliakan usia, jenis kelamin, kedudukan, dan segala gelar-gelar
yang melekat pada manusia. Anak-anak dan orang tua , laki-laki dan perempuan,
juragan dan buruh, guru dan siswa, semuanya adalah termasuk manusia.
Dari
segi bahasa, kata khass berarti trtentu atau khusus. Sedangkan dalam istilah ushul fikih,
khass adalah lafal yang menunjukkan satu makna tertentu. Makna
tertentu tersebut biasa menunjukkan perorangan seperti Aisyah atau menunjukkan
satu jenis seperti perempuan atau menunjukkan bilangan seperti lima, tujuh, dua
belas, lima belas, sbuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan sebagainya.
D. Mutlaq dan Muqayyad
Pada
suatu saat, seseorang baik itu ayah, ibu, atau kakak anda mungkin pernah
meminta anda membeli sesuatu. Misalnya, ayah anda berkata, “tolong belikan
buah-buahan”. Jika anda pergi ke pasar, toko atau swalayan dan membeli
belimbing, apel, jeruk, klengkeg, durian, dan sebagainya yang termasuk buah,
maukah anda desalahkan?. Tentunya tidak kan, sebab, Ibu anda hanya berkata
buah, tanpa jelas buah apa yang dia kehendaki.
Lain halnya jika ibu anda berkata, “tolong belikan
buah kurms”, sementara kalian membeli buah durian atau apel. Jika hal ini
terjadi, anda telah melakukan kesalahan, karena jelas-jelas ibu anda berkata
buah kurma.
Gambaran
diatas adalah masalah ketidakjelasan dan kejelasan makna kata. Dalam kehidupan
kita sehari-hari, kalian bisa jadi sering menjumpai kasus seperti diatas.
Kata-kata yang terlalu umum maknanya
dalam istilah ushul fikih dapat kelompokkan ke dalam lafal ‘amm dan mutlaq. Di
sisi lain, andapun sering menjumpai kata-kata yang artinya sudah jelas dan
spesifik. Kata-kata seperti ini dapat digolongkan ke dalam khass dan muqayyad.
Ungkapan
yang terlalu umum pasti akan menyulitkan pendengar atau pembaca mencari maksud
yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan kata lain yang bisa
mengkhususkannya. Nah, supaya lebih jelas, perhatikan uraian berikut.
1.
Pengertian mutlaq dan muqqayad
Secara bahasa Mutlak berarti tidak
terikat. Menurut istilah Ulama’ ushul, mutlak ialah “Suatu lafadz tertentu
yang tidak terikat oleh batasan lafadz yang mengurangi keumumannya.”
2.
Hukum lafadz Mutlaq dan Muqayyad
Nash
yang mutlak harus tetap dipegang sesuai dengan sifat mutlaknya itu, selama
tidak ada dasar yang membatasinya. Demikian juga nash yang muqqayad wajib
dipahami sesuai sifat muqqayatnya itu.
Bila
pada suatu Nash khitab datang bersifta tetapi dalam Nash lain bersifat
muqqayat, maka ada beberapa kemungkinanmenurut para Ulama’.
a.
Jika masalah dan hukum dalam nash itu
sama setara dengan keadaan mutlaq dan muqqayad terdapat pada hukum,
maka yang wajib berpegang adalah yang muqqayad.
b.
Jika masalah hukum kedua Nash itu sama
serta dalam keadaan mutlaq dan muqqayat terdapat pada sebab hukum, maka yang
harus dipegang adalah muqayyad. Seperti dalam suatu hadits :
Artinya : “ Pada lima ekor wajib zakat”.
Sedang pada riwayat lain dikatakan
Artinya : “ Pada lima ekor unta ynag
diternakan wajib zakat.”
Maka dijadikan pegangan adalah hadits
yang kedua (muaqayyad ), yaitu lima ekor unta yang diternakkan wajib zakat.
c.
Jika problematikanya berbeda dan hukumnya
sama, maka menurut sebagian besar Ulama’ Syafi’iyah wajib yang dipegang adalah
yang muqayyad.
d.
Jika problematikanya sama dan bukan
berbeda, maka menurut jumhur Ulama’ pengikut Imam Syafi’i (Syafi’iyyah) dan
Ulama’ pengikut Imam Hambali (Hanabillah) harus berpegang kepada yang muqayyad.
Sedang menurut Malikiyyah dan Hanafiyyah harus berpegang kepada yang muqayyad
kepada masing-maisng. Yaitu yang mutlak harus mutlak dan yang muqayyad harus
muqayyad. Misalnya mengenai bersuci (dengan tayammum dan wudlu).
e.
Jika masalahnya berbeda dan hukumnya
berbeda pula, maka yang harus dipakai pegangan adalah masing-masing, yang
mutlaq sesuai dengan mutlaqnya dan yang muqayyad sesuai dengan muqayyadnya.
E. Mantuq dan Mafhum
1.
Pengertian Mantuq dan Mafhum
Ditinjau dari segi bahasa Mantuq artinya
diucapakan. Sedangkan menurut istilah ialah “Apa yang ditunjukkan oleh lafadz
sesuai dengan yang diucapkan”.
Dari
sisi mantuq ayat ini mengharamkan mengatakan “ah” kepada orang tua, namun
mafhumnya bisa menunjukkan haram memukul mereka. Haramnya memukul orang tua
tidak ditunjukkan oleh lafadz ayat ini, tetapiditunjukkan oleh pemahaman atau
mafhumnya ayat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mantuq berarti makna
yang tersurat sedangkan mafhum adalah makna tersirat.
2.
Macam-macam mantuq
Mantuq dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Mantuq Nash, yaitu lafadz yang tidak
mungkin dipalingkan kepada arti lain selain arti harfiahnya (letter meaning).
Seperti : (makna hendaklah berpuasa tiga
hari).
b.
Mantuq Zihar yaitu suatu kata yang
memungkinkan untuk palingkan kepada arti lain, selain arti harfiahnya.
Seperti : (tangan Allah diatas
tangan manusia)
Menurut zahirnya kata yadu artinya
tangan, namun mustahil Allah bertangan, maka ditakwilkan atau dipalingkan
kepada arti lain yaitu “kekuasaan”.
3.
Macam-macam Mafhum
Mafhum
dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1.
Mafhum muwafaqat, yaitu sesuatu yang
tidak diucapkan (tersirat) hukumnya
sesuai dengan lafal yang dilafadzkan.
Misalnya : Minum keras itu memabukkan.
Khamr (arak) juga memabukkan dan hukumnya adalah haram. Karena itu hukum
minuman keras itu sama dengan hukum khamr, yaitu haram.
Mafhum muwafaqat dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
a.
Fahwal Khitab, maksudnya apabila yang
tidak dilafadzkan (mafhum) itu lebih utama hukumnya daripada dilafadzkan.
Contohnya memukul atau menendang ibu
bapak itu haram hukumnya, sebab mengucapkan “ah” saja (lebih ringan dari
memukul atau menendang) juga haram apalagi memukul atau menendang.
b.
Lahnul Khitab, maksudnya jika yang tidak
dilafadzkan itu sama hukumnya dengan yang dilafadzkan. Seperti membakar harta
anak yatim itu haram, sebab memakannya juga haram. Keduanya sama-sama merusak
atau menghancurkan harta mereka.
2. Mafhumul
Mukhalafah, adalah yang tidak dilafadzkan itu berlainan hukumnya dengan
dilafadzkan.
3. Berhujjah
dengan Mafhum
Jumhur ulama’ sepakat membolehkan
berdalil dengan mafhum muwafaqah. Namun berdalil dengan mafhum mukhalaf, antara
para Ulama’ berbeda. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa berhujjah dengan mafhum
mukhalafah diperbolehkan kecuali mafhum Laqab. Sedang ulama’ hanafiah, ibnu
hazm dan golongan zahiriyah berpendapat bahwa semua mafhum mukhalafah tidak
dapat dijadikan dasar.
Ø Pendekatan & Metode
Pembelajaran
Metode
yang digunakan adalah:
- Ceramah
- Tanya Jawab
- Diskusi kelompok
- Pemberian Tugas
- Pengamatan
Strategi
Pelaksanaan Pembelajaran
1)
Pendahuluan :
Apersepsi dan Motivasi :
-
Memberikan salam dan memulai
pelajaran dengan basmalah serta mengecek siswa yang tidak masuk.
-
Memberikan apersepsi/ materi
yang ada hubungan dengan materi yang diajarkan serta memberikan motivasi.
-
Menyampaikan kompetensi dari materi
yang akan diajarkan.
-
Menjelaskan tujuan yang
ingin dicapai dari materi yang akan diajarkan
2) Kegiatan inti
Eksplorasi
-
Guru menunjuk salah seorang
siswa untuk menjelaskan pengertian tentang mahkum
’alaih.
-
Siswa membuka Al-Qur’an
untuk mencari dalil yang berkaitan
dengan materi (eksplorasi)
Elaborasi
- Siswa ditunjukkan dalil nakli tentang hukum Islam tentang
mahkum ’alaih.
- Siswa memabaca dalil nakli yang berkaitan dengan materi/yaitu tentang Hukum taklifi.
-
Guru menunjuk siswa lain
untuk menjelaskan tentang
mahkum ’alaih.
Konfirmasi
-
Guru bertanya kepada siswa
tentang mahkum
’alaih.
-
Siswa mengidentifikasi
tentang ciri-ciri
dari masing-masing Hukum taklifi.
3)
Kegiatan penutup.
-
Mengadakan tanya jawab
tentang mahkum ’alaih.
-
Guru merangkum materi yang
baru saja diajarkan.
-
Guru menugaskan keada siswa
mencari dail nakli yang berhubungan dengan mahkum ’alaih.
-
Menutup pelajaran dengan
membaca salam dan membaca hamdalah
Ø Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar yang diterapkan
pada materi fikih Madrasah Aliyah kelas XII adalah dengan merefleksi siswa tentang materi yang telah
diajarkan, ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang
telah dipelajari, kemudian guru juga memberi
penugasan tes tertulis melalui tugas yang bertujuan mengukur pemahaman siswa
terhadap materi yang telah dipelajari, dan juga uji kompetensi dan evaluasi
semester, bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa pada setiap bab dan
semester.
Ø Sumber dan Referensi Pembelajaran
Dalam materi fiqih kaidah-kaidah ushul
fiqih guru bisa mengambil dari sumber dan referensi
pembelajaran melalui:
- Internet dan Intranet
- Buku paket Penidikan Agama Islam dan Buku
Fiqih kelas XII
- Buku yang relevan dengan materi yang diajarkan
- LKS Fiqih
- LCD
- Al-Qur’an dan terjemahannya
Ø Waktu Pelaksanaan Pembelajaran
Waktu pembelajaran adalah 90 menit
yaitu satu setengah jam, 15 menit untuk
pendahuluan, 50 menit untuk kegiatan inti, dan 15 menit untuk penutup.
Ø Media Pembelajaran
Media yang digunakan adalah slide dan
papan tulis.
C.
Problematika
Pengajaran Fiqih di Tingkat MA
Yang menjadi kendala dalam
pembelajaran mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah adalah : pertama, dan
faktor eksternal yaitu masih adanya anggapan orang tua bahwa pendidikan agama
misalnya adalah sepenuhnya tanggung jawab pihak madrasah (pendidik) yang
mengakibatkan peserta didik kurang maksimal dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai yang terkandung dalam materi mata pelajaran Fiqih. Untuk itu
seharusnya ada kerjasama antara pihak madrasah dan orang tua untuk menyamakan
visi dan misi agar tujuan pembelajaran khususnya mata pelajaranfiqh dapat
tercapai.Kedua, darifaktor internal yang terdiri dari tenaga pendidik, materi,
metode, alat pembelajaran, dan evaluasi.Dilihat darisegi tenaga pendidik, bahwa
mata pelajaran fiqih diajarkan oleh para pendidik yang berbasis pesantren. Jadi
masih memegang paradigma pendidikan Islam kuno sehingga mereka kurang profesional.Selanjutnya
dilihat darisegi metode, metode yang digunakan hanya terdiri darimetode
bandongan, metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode hafalan. Padahal mata
pelajaran fiqih memerlukan adanya metode demonstrasi.Kemudian dilihat darisegi
alat pembelajaran, alat pembelajaran kurang memadai.Kemudian dilihat darisegi
evaluasi, masih berorientasi pada penguasaan aspek kognitif saja.
D.
Alternatif
Penyelesaian MasalahPengajaran Fiqih di Tingkat MA
Demi terlaksananya pembelajaran mata
pelajaran fiqih yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga
dapat mengurangi masalah yang dihadapi. Sebaiknya para tenaga pendidik mata
pelajaran fiqh di Madrasah Aliyah dapat lebih meningkatkan proses pembelajaran
mata pelajaran fiqih, dansenantiasa memperhatikan teknik-teknik dan teori
pembelajaran yang baik serta akan lebih baik jika para pendidik mencoba untuk
menerapkan metode Drill maupun demonstrasi didalam proses pembelajaran.
Factor-faktor yang menjadi problem sebagai cambuk harus ditaklukkan sehingga
dapat menjadi pemicu bagi proses pembelajaran mata pelajaran fiqih yang
perfect, efektif, dan efisien.
BAB
III
ANALISIS
KOMPREHENSIF
1.
Analisis
Spesifikasi (Diskriptif)
Buku
yang telah kami telaah “Fikih Madrasah Aliyah kelas XII” yang disusun disusun
oleh Ulfa Mahfudhoh, S.Pd.I, M.Pd., dkk., yang diterbitkan oleh Akik Pustaka.
Perincian
materi sebagaimana
terlampir di Bab II.
2.
Analisis
Relefansi
Relefansi antara materi pembelajaran kaidah-kaidah ushul
fiqih Madrasah Aliyah kelas XII sudah sesuai, tetapi alangkah baiknya jika guru dapat
berkreasi dan inovasi memberikan materi-materi tambahan. Karena jika hanya
berdasarkan materi yang ada pada buku siswa saja
peserta didik hanya akan punya pengetahuan yang standar saja. Terlebih lagi di
buku siswa pembahasan
materi hanya
sedikit, hanya beberapa lembar saja. Dan guru harus mempunyai pengetahuan awal dan paham tentang materi tersebut,agar tidak menimbulkan
kebinggungan pada peserta didik.
3.
Analisis Efisiensi dan Efektifitas
Pembelajaran dikatakan efektif jika
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, adanya
partisipasi aktif dari anggota. Penyampaian materi fiqih Madrasah Aliyah kelas
XII tentang kaidah-kaidah ushul fiqih dan pembagian alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran sudah
sesuai. Kreatifitas guru dalam memanfaatan media untuk menunjang pembelajaran
sudah baik. Dan juga adanya partisipasi keaktifan dari peserta didik yang dapat
memicu pemahaman materi yang disampaikan oleh guru, yang tidak memerlukan
pengulangan penyampaian lagi, yang berdampak pada penambahan waktu yang tidak
efisein.
Efektifitas pembelajaran adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target pembelajaran tercapai. Proses
belajar mengajar mata pelajaran fiqih Madrasah Aliyah kelas XII akan efektif jika murid maupun guru cukup dipersiapkan.
Kesiapan para murid meliputi faktor-faktor fisik kognitif dan perkembangan
rohani, latar belakang pengalaman dan motivasi. Mengajar merupakan suatu
kegiatan yang sangat memerlukan ketrampilan profesional dan banyak sekali dari
apa yang harus dikerjakan oleh guru dan instruktur baik di dalam maupun di luar
kelas melibatkan pengambilan berbagai keputusan. Tugas dan tanggung jawab utama
seorang guru atau pengajar adalah mengelola pengajaran lebih efektif, dinamis,
efisien, dan positif yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan
aktif diantara dua subyek pengajaran guru sebagai penginisiatif awal dan
pengarah serta pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh diri
dalam pengajaran. Dalam pembelajaran
yang aktif, seorang guru memerlukan metode yang bervariasi sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai setelah
pelajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila dia
tidak menguasai satupun metode mengajar. Pada pelajaran fiqih Madrasah Aliyah
kelas XII materi kaidah-kaidah ushul fiqih guru bisa menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, diskusi kelompok, pemberian tugas dan pengamatan. Metode apapun bisa digunakan selama
penggunaanya untuk mencapai tujuan efektif dan efesien.
4. Analisis
Inovatif dan Pengembangan
Berdasarkan
komponen yang ada dalam komponen keseluruhan sistem pendidikan, terdapat banyak
hal yang perlu mendapat perubahan, baik itu peningkatan, penyempurnaan maupun
perbaikan melalui kegiatan inovasi.
Bidang-bidang
tersebut antara lain menyangkut peserta didik, tujuan pendidikan, isi bahan
ajar, media pelajaran, fasilitas pendidikan, metode dan teknik komunikasi,
structural tata laksana, hasil-hasil pendidikan, situasi belajar mengajar dan
sebagainya.
a. Bidang
peserta didik atau pelajar, kemampuan (achievement), peserta didik harus dapat
memahami materi yang telah disampaikan pendidik.
b.
Bidang tujuan pendidikan dengan rincian
sebagai berikut :
Siswa dapat:
-
Menjelaskan pengertian tentang Mahkum ’alaih.
-
Membaca literatur untuk menggali
hal-hal yang berkaitan dengan mahkum
’alaih.
-
Mendiskusikan hasil bacaan tentang ’awaridh
al-ahli-yah dan konsekuensi hukumnya.
-
Menterjemahkan dalil dan Membaca
dalil-dalil tentang mahkum ’alaih.
-
Menyimpulkan tentang mahkum ’alaih.
c. Isi
pelajaran : Peserta didik dapat memahami kaidah-kaidah ushul fiqih.
d. Media
Pembelajaran ;
-
Slide
-
Papan Tulis
e. Fasilitas
pendidikan ;
Pendidik
dapat memanfaatkan dan berkreatifitas dengan menggunakan media yang ada sebagai
penunjang terlaksananya pembelajaran.
f. Metode dan teknik
komunikasi ; Interaksi langsung dan tidak langsung, metode yang
digunakan:
-
Ceramah
-
Tanya Jawab
-
Diskusi kelompok
-
Pemberian Tugas
-
Pengamatan
g. Evaluasi
hasil pendidikan ;
Evaluasi hasil belajar yang diterapkan
pada materi fikih Madrasah Aliyah kelas XII adalah dengan merefleksi siswa tentang materi yang telah
diajarkan, ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang
telah dipelajari, kemudian guru juga
memberi penugasan tes tertulis melalui tugas yang bertujuan mengukur pemahaman
siswa terhadap materi yang telah dipelajari, dan juga uji kompetensi dan
evaluasi semester, bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa pada setiap bab
dan semester.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah
Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
merupakan peningkatan dari fiqh yang telah dipelajari oleh siswa di Madrasah
Tsanawiyah/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari,
memperdalam serta memperkaya kajian fiqh baik yang menyangkut aspek ibadah
maupun muamalah, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah ushul
fiqh serta menggali tujuan dan hikmahnya, sebagai persiapan untuk melanjutkan
kependidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat (Depag, 2006: 13).
Dari hasil telaah, pada penjelasan materi Fikih kelas XII Madrasah
Aliyah secara keseluruhan cukup baik, namun masih ada beberapa yang perlu
dibenahi dan butuh peninjauan kembali
yang sudah dijelaskan pada BAB analisis diatas.
B. Kritik dan Saran
1. Saran untuk guru.
Guru hendaknya memperhatikan
lebih detail mengenai pembuatan silabus, RPP, prota dan promes, sehingga tidak
ada kekeliruan dalam penulisan dan bisa dibaca dengan baik untuk para penelaah
selanjutnya.
2. Saran untuk pengkaji selanjutnya.
3. Untuk pengkaji selanjutnya supaya
dalam pengkajian lebih detail dalam menelaah sehingga kekurangan yang ada di
dalam kajian bisa teratasi mendapatkan solusi yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar