MAKALAH
“TELAAH
MATERI FIQIH MADRASAH ALIYAH KELAS XII”
Makalah ini di Tujukan Guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Telaah
Materi PAI III (SMA/SMK/MA) Semester 4
Oleh Dosen Pengampu Drs. Abdurrozaq Assowy
Disusun
Oleh :
Kelompok
9
Luaiyinandhiful Kafi (141310003114)
Nila
Ayu Khotimah (141310003168)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2016
Alamat: Jalan Taman Siswa No.9 Pekeng Tahunan Jepara
Kode
Pos 59427,Telp./Fax (0291)593132
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tugas mata kuliah “Telaah Materi PAI III” yang membahas tentang
“Telaah Materi Fiqih untuk Madrasah Aliyah kelas XII” dapat tersusun dengan
baik. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama
Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Makalah
ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Jepara, 01 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I (PENDAHULUAN)
A.
Latar
Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 2
C.
Tujuan
Penulisan.......................................................................................... 2
D.
Manfaat
Penulisan........................................................................................ 3
BAB II (PEMBAHASAN)
A.
Deskripsi
Kurikulum.................................................................................... 4
B.
Analisa Komprehensip............................................................................... 20
C.
Problematika
Pengajaran Fiqih di Tingkat MA.......................................... 23
D.
Alternatif Penyelesaian Masalah Pengajaran
Fiqih di Tingkat MA........... 24
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................ 25
B.
Kritik dan saran.......................................................................................... 25
BAB
I
PEMBAHASAN
A.
LATAR
BELAKANG
Mata pelajaran Fiqh di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang merupakan peningkatan dari fiqh yang telah dipelajari oleh siswa di Madrasah Tsanawiyah/SMP.
Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari,
memperdalam serta memperkaya kajian fiqh baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah ushul fiqh serta menggali tujuan dan hikmahnya, sebagai persiapan untuk melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat (Depag, 2006: 13).
Secara substansial mata pelajaran Fiqh memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum
Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesame manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.
Selaras dengan pernyataan di atas, mata pelajaran Fiqh di Madrasah Aliyah bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip,
kaidah-kaidah dan tata cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial; (2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik,
sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesame manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya; (3)Mengenal,
memahami, dan menghayati terhadap sumber hukum Islam dengan memanfaatkan ushul fiqh sebagai metode penetapan dan pengembangan hukum Islam dari sumbernya; (4) Menerapkan kaidah-kaidah dan dalil-dalil syara’ dalam rangka melahirkan hukum Islam yang diambil dari dalil-dalilnya untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
(Depag, 2006:14).
Berdasarkan deskripsi tujuan tersebut, fiqh adalah salahsatu aspek dari Pendidikan
Agama Islam yang memiliki makna strategis dan fungsional bagi kehidupan sehari-hari manusia muslim dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu fiqh perlu dibelajarkan kepadasiswa dengan pendekatan yang efektif. Sebagai bagian dari Pendidikan
Agama Islam (PAI), pendekatan pembelajaran fiqh yang digunakan sama dengan pendekatan pembelajaran PAI pada umumnya, yakni pendekatan keimanan, pengamalan, pembiasaan,
rasional, emosional, fungsional, dan keteladanan (Puskur, 2003: 13).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisa komprehensip materi fiqih kelas
XII di tingkat MA?
2. Bagaimana problematika pengajaran fiqih di tingkat MA?
3. Bagaimana alternatif penyelesaian masalah pengajaran fiqih di tingkat MA ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui analisa komprehensip
2. Untuk mengetahui problematika pengajaran fiqih di tingkat MA
4. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian masalah pengajaran fiqih di tingkat MA
D. Manfaat Makalah
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memahami materi fiqih kelas XII
b. Dapat menjelaskan materi fiqih kelas XII
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemakalah
Untuk meningkatkan pengetahuan pemakalah, khususnya
islam kelas XII di Madrasah Aliyah.
b. Bagi pembaca
Sebagai dasar pengetahuan bagi mahasiswa agar nantinya
dapat mengaplikasikan dan menelaah materi fiqih kelas XII di Madrasah Aliyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diskripsi Kurikulum
Kurikuum adalah semua rencana yang terdapat
dalam proses pembelajaran. Kurikululm dapat diartikan pula sebagai semua usaha
lembaga pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang disepakati.
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan untuk sisiwa sekolah.
Kurikulum disusun oleh para pendidikan atau ahli kurikulum, ahli bidang ilmu,
pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta masyarakat lainnya. Rencana ini
disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidika, dalam
proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan
oleh siswa sendir, keluarga, maupun masyarakat.
Kurikulum dalam pengertian mutahir adalah semua
kegiatan yang memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di bawah
bimbingan dan tanggung jawab sekolah.
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan
pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan
sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua
aktivitasi, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara
sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan
pendidikan Islam. Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan
Islam itu merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk mencapai
tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan
adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan bersesuaian
pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan anak dan kemampuan
pelajar.
Materi pokok kurikulum pendidikan Islam
meliputi:
a.
Tujuan
Tujuan
pendidikan agama Islam ini, dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: tujuan
kurikuler dan tujuan pembelajaran. Adapun tujuan kurikuler tersebut “pendidikan
agama Islam bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan
pengalamanpeserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”
b.
Isi
Isi
dari kurikulum adalah materi atau bahan pelajaran dan pengetahuan atau
pengalaman belajar yang harus diberikan pada peserta didik untuk mencapai
materi tersebut.
c.
Strategi atau Metode
Strategi
adalah pola-pola umum kegiatan guru dan murid dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar atau kegiatan kurikuler untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
d.
Evaluasi
Evaluasi kurikulum
dimaksudkan menilai suatu kurikulum sebagai program pendidikan untuk menentukan
efisiensi, efektifitas, relevasi dan produktifitas, program dalam mencapai
tujuan pendidikan.
Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga hal
yaitu:
a.
Masalah Keimanan (aqidah)
Bagian
aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad (kepercayaan). Termasuk mengenai
iman setiap manusia dengan Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari
Qiamat dan Qada dan Qadar Allah swt. Masalah keimanan mendapat prioritas
pertama dalam penyusunan kurikulum karena pokok ajaran inilah yang pertam perlu
ditanamkan pada anak didik.
b.
Masalah Keislaman (syariah)
Bagian
syariah meliputi segala hal yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan peraturan hukum Allah dalam
mengatur hubungan manusia dengan Allah dan antara sesama manusia. Aspek
pergaulan hidup manusia dengan sesamanya sebagai pokok ajaran Islam Yang
penting ditempatkan pada prioritas kedua dalam urutan kurikulum ini.
c.
Masalah Ihsan (akhlak)
Bagian
akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat melengkapkan kedua perkara di atas
(keimanan dan keislaman) dan mengajar serta mendidik manusia mengenai cara
pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.
1. Identitas Materi
Hukum-hukum syar’i, materi fiqih kelas XII
Madrasah Aliyah semester dua.
2. Standar Kompetensi
Memahami hukum-hukum syar’i
3. Kompetensi Dasar
-
Menjelaskan hukum
taklifi dan penerapannya dalam Islam
-
Menjelaskan hukum wadh’i
dan penerapannya dalam Islam
-
Menjelaskan mahkum bihi (fihi)
-
Menjelaskan mahkum ’alaih
4. Tujuan dan Orientasi
Siswa mampu :
-
Menjelaskan pengertian tentang Mahkum ’alaih.
-
Membaca literatur untuk
menggali hal-hal yang berkaitan dengan mahkum
’alaih.
-
Mendiskusikan hasil bacaan tentang ’awaridh al-ahli-yah dan
konsekuensi hukumnya.Menterjemahkan dalil dan Membaca dalil-dalil tentang mahkum ’alaih.
-
Menyimpulkan tentang mahkum ’alaih.
5. Materi Pembelajaran
a. Pembagian Hukum Syar’i
Pada
umumnya ulama ushul fiqh membagi hokum syar’I menjadi dua bagian:
1) Hukum Taklifi
Yang
dimaksud dengan hokum taklifi ialah syar’I yang mengandung tuntutan (untuk
dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukalaf) atau yang mengandung pilihan
antara yang dikerjakan dan ditinggalkan. (H.Aladdin Koto, 2004, hal.41)
Hukum
taklifi ini terbagi kepada lima bagian: ijab, nadb, tahrim, karahah, dan ibadah
Ijab (wajib) adalah firman yang menuntut melakukan suatu perbuatan dengan
tuntutan pasti. Misalnya, firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2):43.
Artinya:
Dan dirikanlah shala, tunaikanlah zakat, dan
ruku’lah beserta orang-orangyang ruku’.
Nadb (Sunnah) adalah firman Allah yang menuntutmelakukan suatu perbuatan
dengan perbuatan yang tidak pasti, tetapi hanya berupa anjuran untuk berbuat.
Misalnya,
firman Allah surat Al-Baqarah (2):282:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaknya kamu
menuliskannya.
Tahrim
(Haram) adalah firman yang menuntut untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan
dengan tuntutan yang pasti. Misalnya, firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat
3:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
dan daging babi.
Karahah (Makruh) adalh firman Allah yang menuntut untuk tidak
melakukan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti, tetapi hanya
berupa anjuran untuk tidak berbuat. Misalnya, firman Allah dalam surat
Al-Maidah ayat 101:
Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hall-hal yang jika diterangkan kepadamu niscaya menyusahkanmu.
Ibahah (Mubah) adalah firman Allah yang member kebebasan kepada
mukalaf untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya, Allah
dalam surat Al-Baqarah 235:
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran.
Ulama’
hanafiyah membagi hukum taklifi kepada tujuh bagian yaitu dengan membagi firman
yang menuntut melakukan suatu perbuatan dengan tuntutan pasti kepada dua
bagian, yaitu fardhu dan ijab. Begitu juga firman yang menuntut untuk tidak
melakukan suatu perbuatan dengan pasti kepada dua bagian: tahrim dan karahah
tanzih.
Menurut
kelompok ini bila suatu perintah didasarkan dalil yang qath’i seperti dalil
Al-Qur’an dan Hadits Mutawattir maka perintah itu disebut fardhu. Namun, bila
suruhan itu berdasarkan dalil yang zhanni ia dinamakan ijab. Begitu pula
larangan. Bila larangan itu berdasarkan dalil zhanny, ia disebut karahah
tanzih.
Dengan
pembagian seperti diatas, Ulama’ Hanafiyah membagi hokum taklifi kepada fardhu,
ijab, tahrim, karahah, karahah tanzih, nadb dan ibadah.
Walaupun
golongan yang disebut terakhir ini membagi hokum taklifi kepada tujuh bagian,
tapi pada umumnya ulama sepakat membagi hukum tersebut kepada lima bagian
seperti telah disebut diatas. Kelima macam hukum itu menimbulkan efek terhadap
perbuatan mukalaf dan efek itulah yang dinamakan al-ahkam al-khamsah oleh
fiqih, yaitu wajib, haram, mandub, makruh, dan mubah. (H.Alaiddin Koto, 2004,
hal.42-44).
a)
Wajib
Pada
pokoknya yang disebut wajib adalah segala perbuatan yang diberi pahala jika
mengerjakannya dan diberi siksa (‘iqob) apabila meninggalkannya. Misalnya,
mengerjakan beberapa rukun islam yang kelima.
Dilihat
dari berbagai segi, wajib terbagi menjadi empat:
1.
Dilihat dari segi tertentu atau tidak tertentunya
perbuatan yang dituntut, wajib dapat dibagi menjadi dua:
-
Wajib mu’ayyan (ditentukan) yaitu yang telah ditentukan
macam perbuatannya, misalnya membaca fatihah, atau tahiyyat dalam shalat.
-
Wajib mukhayyar (dipilih) yaitu yang boleh pilih salah
satu dari beberapa macam perbuatan yang telah ditentukan. Misalnya, kifarat
sumpah yang memberi pilihan tiga alternative, member makan sepuluh orang miskin
atau memerdekakan budak.
2.
Dilihat dari segi siapa saja yang mengharuskan
memperbuatnya, wajib terbagi menjadi dua bagian:
-
Wajib ‘aini, yaitu wajib yang dibebankan atas pundak
setiap mukalaf. Misalnya, mengerjakan shalat lima waktu, puasa Ramadhan, dan
lain sebagainya. Wajib ini disebut juga fardhu ‘ain.
-
Wajib kifayah, yaitu kewajiban yang harus dilakukan oleh
salah seorang anggota masyarakat, tanpa melihat siapa yang mengerjakannya.
Apabila kewajiban itu telah ditunaikan salah seorang diantara mereka,
hilanglahtuntutan terhadap yang lainnya. Namun, bila tidak seorangpun yang
melakukannya, berdosalah semua anggota masyarakat tersebut. Misalnya,
menyelenggarakan shalat jenazah, mendirikan tempat peribadatan, dan lain
sebagainya
3.
Dilihat dari segi kadar (kuantitas)nya, wajib terbagi
kepada dua:
-
Wajib muhaddad, yaitu kewajiban yang ditentukan kadar
atau jumlahnya. Misalnya, jumlah zakat yang mesti dikeluarkan, jumlah rakaat
shalat, dan lain-lain.
-
Wajib ghairu muhaddad, yaitu kewajiban yang tidak
ditentukan batas bilanganny. Misalnya, membelanjakan harta di jalan Allah,
berjihad, tolong-menolong, dan lain sebagainya.
b)
Haram
Haram
adalah segala perbuatan yang dilarang mengerjakannya. Orang yang melakukannya
akan disiksa, berdosa (‘iqob) dan yang meninggalkannya diberi pahala. Misalnya,
mencuri, membunuh, tidak menafkahi orang yang menjadi tanggungan, dan lain
sebagainya. Perbuatan ini disebut juga maksiat, qabih.
Secara
garis besarnya haram dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Haram karena perbuatan itu sendiri, atau haram karena
zatnya. Haram seperti ini pada pokoknya adalah haram yang memang diharapkan
sejak semula. Misalnya, membunuh, berzina, mencuri, dan lain-lain.
2.
Haram karena berkaitan dengan perbuatan lain, atau haram
karena factor lain yang dating kemudian. Misalnya, jual beli yang hukum asalnya
mubah, berubah menjadi haram ketika azan jum’at sudah berkumandang.
c)
Mandub
Mahdub adalah segala perbuatan yang dilakukan akan
mendapatkan pahala. Tetapi bila tidak dilakukan tidak akan dikenakan siksa,
dosa (‘iqab). Biasanya, mandub ini disebut juga sunat aau mustahab dan terbag
kepada:
1.
Sunat ain yaitu segala
perbuattan yang dianjurkan kepada setiap pribadi mukallaf untuk dikerjakan,
misalnya sholat sunat rawaib.
2.
Sunat kifayah, yaitu
seala perbuata yang dianjurkan untuk diperbuat cukup oleh salah seorang saja
dari suatu kelompok, misalnya mengucapkan salam,mendoakan orang bersin,dll
Selain itu, sunat dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Sunat muakkad
2.
Sunat ghairu muakkad
d)
Makruh
Yang dimaksud makruh adalah perbuatan yang bila
diinggalkan, orang yang meninggalkannya mendapat pahala, tapi orang yang
mengerjakannya tidak mendapat dosa. Misalnya, merokok, memakan makanan yang
mengakibatkan bau yang tidak sedap.
Pada umumnya ulama membagi makruh menjadi dua bagian:
1.
Makruh Tanzih, yaitu
segala perbuatan yang lebih baik dari pad mengerjakan, seperti contoh-contoh
tersebut diatas.
2.
Makruh Tahrim, yaitu
segala perbuatan yang dilarang, tetapi dalil yang melarang itu zhanny, bukan
qath’i. Misalnya bermain catur dan memakan daging ular menurut madhzhab
hanifiyah dan malikiyah.
e)
Mubah
Yang dimaksud dengan mubah adalah segala perbuatan yang
tidak diberi pahala karena perbuatannya, yang tidak berdosa karena
meninggalkannaya. Secara umum, mubah ini disebut juga mubah halal aau jaiz.
2) Hukum Wadh’i
Yang dimaksud hukum wadh’i adalah titah Allahyang
menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi
adanya sesuatu yang lain, atau segala syarat bagi sesuatu yang lain aau
juga sebagai penghalang (mani’) bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. Oleh
karenanya, ulama membagi hukum wad’i ini, yaitu:
1.
Sebab
Yang dimaksud dengan sebab adalah segala sesuatu yang
dijadikan oleh syar’i sebagai alasan bagi ada dan tidak adanya hukum. Adanya
sesuatu menyebabkan adanya hukum dan tidak adanya sesuatu itu melazimkan tidak
adanya hukum.
2.
Syarat
Yang dimaksud dengan syarat adalah segala sesuatu yang
tergantung adanya hukum dengan adanya sesuatu tersebut, dan tidak adanya
sesuatu itu mengakibatkan tidak ada pola hukum. Namun, dengan adanya sesuatu itu
tidak mesti pula adanya hukum. Misalnya, wajib zakat barang perdagangan itu
sudah berjalan satu tahun bila syarat berlakunya satu tahun itu belum
terpenuhi, zakat itu belum wajib. Namun, dengan adanya syarat berjalan,sau
tahun itu saja belumlah tentu wajib zakat karena masih tergantung kepada sampai
atau tidaknya dagangan tersebut senisab.
3.
Mani’
Yang dimaksud dengan manik adalah segala sesuatu yang
dengan adanya dapat meniadakan hukum atau dapat membatakan sebab hukum. Dari
definisi tersebut mani’ terbagi menjadi dua macam:
a)
Mani’ terhadap hukum.
Misalnya perbedaan agama dengan pewaris dengan yang akan diwarisi adalah mani’
(penghalang) hukum pusaka mempusakai sekalipun sebab untuk saling mempusakai
sudah ada, yaitu perkawinan. Begitu juga najis yang terdaat ditubuh maupun
dipakaian orang yang sudah shalat. Dalam conoh ini tidak terdapat syarat sah
shalat, yaitu suci dari najis. Oleh sebab itu, tidak ada hukum sahnya shalat.
Hal ini disebut dengan mani’ hukum.
b)
Mani’ terhadap sebab
hukum. Misalnya, seorang yang memiliki harta senisab wajib mengeluarkan
zakatnya. Namun, ia mempunyai hutang yang jumlahnya sapai mengurangi nisab
zakat ia tidak wajib membayar zakat, karena harta miliknya tidak cuku senisab
lagi. Memiliki harta senisab itu adalah menjadi seebab wajibnya zakat. Namun,
keadaanya memiliki banyak hutang tersebut menjadikannya penghalang sebab adanya
hukum wajib zakat. Dengan demikian, mani’ contoh ini adalah menghalangi hukum
zakat.
3)
Perbedaan antara hukum Taklifi dan hukum Wad’i.
Dari uraian sebelumnya dapat dilihat perbedaan hukum
taklifi dan wad’i, dari dua hal:
a)
Dilihat dari sudut
pengertiannya, hukum taklifi adalah hukum Allah yang berisi tuntutan-tuntutan
untuk berbuat atau tidak berbuat suatu perbuatan, atau membolehkan meilih
antara berbuat dan tidak berbuat. Sedangkan hukum wad’i tidak mengandung
tuntutan atau pilihan, hanya menerangkan sebab atau halangan suatu hukum sah
dan batal.
b)
Dilihat dari sudut
kemampuan mukalaf untuk memikulnya, hukum aklifi selalu dalam kesanggupan
mukalaf, baik dalam mengerjakan maupun meninggalkannya, sedangkan hukum wad’i
kadang-kadang dapat dikerjakan oleh mukalaf dan kadang-kadang tidak.
b. Mahkum Bihi
Mahkum bihi, yaitu perbuatan orang mukallaf yang
berhubungan dengan hukum syara’ atau yang dibebani hukum syar’i. Contoh firman
Allah swt:
Hai orang-orang yang
beriman , diwajibkan atas kamu berpuasa (QS.AL-Baqarah:183)
Firman Allah swt diatas berkaitan dengan perbuatan orang
mukallaf yaitu berpuasa, sehingga dapat diambil pengertian bahwa status hukum
puasa adalah wajib. Contoh lain, firman allah;
Dan janganlah kamu
mendekati perbuatan zina, sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan
jalan yang buruk (QS. AL-Isra’:32)
Firman Allah di atas
berhubungan dengan perbuatan orang mukalaf yaitu mendekati zina,dimana status
hukumnya adalah haram, setiap hukuum syara’ berhubungan dengan perbuatan orang
mukalaf.
Diantara hukum syarat-syarat mahkum bihi adalah sebagai
berikut:
1.
Hendaknya tuntutan
perbuatan yang dikenal hukum itu diketahui dengan jelas dan pasti oleh orang
mukalaf sehingga ia bisa menunaikannya sesuai dengan yang dituntut.
2.
Perbuatan yang dikenal
hukum itu bisa diketahui oleh orang mukalaf bahwa beeban hukum tersebut berasal
dari Allah, sehingga dalam mengerjakannya ada kehendak dan rasa keinginan untuk
taan kepada Allah dan semata-mata untuk mendapat keridlaannya.
3.
Beban hukum (taklif)
tersebut adalah hal yang mungkin terjadi, karena tidak ada taklif terhadap
perbuatan yang mustahil terjadi atau diluar batas kemampuan manusia.
4.
Taklif tersebut jelas
dan mukalaf dan membedakan antara perbuatan-perbuatan tersebut dengan yang
lainnya, supaya ditentukan niat terhadapat perbuatan tersebut hendak
mengerjakannya.
c. Mahkum Alaihi
Mahkum alaihi adalalah mukalaf yang perbuatannya
berhubungan dengan hukum syar’i atau dengan kata lain orang mukalaf yang
perbuatannya menjadi tempat berlakunya hukum Allah. Dinamakan mukallaf sebagai
mahkum alaih adalah karena dialah yang kenal hukum syara’. Singkat kata yang
dimaksud dengan mahkum alaih adalah mukallaf itu sendiri sedang perbuatannya
dinamakan mahkum bihi.
Kemudian unutan-tututan akan perbuatan tersebut ditujukan
kepada orang mukallaf, da tidak ditujukan kepada anak-anak kecil au orang-orang
sedang mengalami gangguan jiwa atau gila. Tunutan-untutan allah selalu di
sesuikan dengan kemampuan manusia. Semua tuntutan hukum baik yang berkaitan
dengan hak-hak allah maupun hak sesama manusia tidak dtuntukan kepada
orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melaksnakanya untuk melakukanya. Oleh
karena itu, kemampuan menjadi dasar adanya taklifi.
Adapun kondisi manusia untuk melaksanakan hukum-hukum
allah ada tiga
1.
Tidak memiliki kemampuan
sama sekali untuk berbuat, contohnya anak kecil atau orang yang mengalami
gangguan jiwaatau orang gila.
2.
Memiliki kemampuan untuk
berbuat akan teapi belum sempurnya, yaitu anak yang sedang mumayyiz.
6. Metode Pembelajaran
-
Ceramah
-
Tanya Jawab
-
Diskusi kelompok
-
Pemberian Tugas
-
Pengamatan
7. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran
1)
Pendahuluan :
Apersepsi dan Motivasi :
-
Memberikan salam dan memulai pelajaran
dengan basmalah serta mengecek siswa yang tidak masuk.
-
Memberikan apersepsi/
materi yang ada hubungan dengan materi yang diajarkan serta memberikan
motivasi.
-
Menyampaikan kompetensi dari materi
yang akan diajarkan
-
Menjelaskan tujuan yang
ingin dicapai dari materi yang akan diajarkan
2)
Kegiatan inti
Eksplorasi
-
Guru menunjuk salah
seorang siswa untuk menjelaskan pengertian tentang mahkum ’alaih.
-
Siswa membuka Al-Qur’an
untuk mencari dalil yang berkaitan
dengan materi (eksplorasi)
Elaborasi
-
Siswa ditunjukkan dalil
nakli tentang hukum Islam tentang mahkum ’alaih.
-
Siswa memabaca dalil
nakli yang berkaitan dengan materi/yaitu tentang Hukum taklifi.
-
Guru menunjuk siswa lain
untuk menjelaskan tentang mahkum ’alaih.
Konfirmasi
-
Guru bertanya kepada
siswa tentang mahkum ’alaih.
Siswa mengidentifikasi
tentang ciri-ciri dari masing-masing Hukum taklifi.
3)
Kegiatan penutup.
-
Mengadakan tanya jawab
tentang mahkum ’alaih.
-
Guru merangkum materi
yang baru saja diajarkan.
-
Guru menugaskan keada
siswa mencari dail nakli yang berhubungan dengan mahkum ’alaih.
-
Menutup pelajaran dengan
membaca salam dan membaca hamdalah
8. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi
hasil belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
-
Pertanyaan lisan dikelas tentang materi hukum-hukum
syar’i
-
Ulangan Harian, ujian ini dilaksanakan setelah materi
pokok disampaikan.
-
Tugas Kelompok, dalam tugas ini peserta didik diberi
kesempatan untuk melakukan pengamatan tentang judul tugas yang diberikan oleh
guru.
-
Ulangan Tengah Semester.
-
Ulangan Semester, dalam ulangan ini dilakukan pada akhir
semester dengan bentuk soal ujian pilihan ganda semua atau campuran dan ada
yang berupa essay semua.
9. Sumber dan Referensi Pembelajaran
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang
dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam pengajaran tradisional guru sering
hanya menetapkan buku teks sebagai sumber belajar, itupun biasanya terbatas
hanya dari salah satu buku tertentu saja. Dalam proses pembelajaran
yangdianggap modern maka sumber belajar tidak hanya buku saja, tetapi guru
sebaiknya memanfaatkan sumber lain selain buku wajib,misalnya, film, majalah,
laboratorium, perpustakaan dan lain sebagainya.
Dalam materi fiqih hukum-hukum syar’i guru bisa mengambil dari sumber dan referensi
pembelajaran melalui:
-
Internet dan
Intranet
-
Buku paket Penidikan
Agama Islam dan Buku Fiqih kelas XII
-
Buku yang relevan
dengan materi yang diajarkan
-
LKS Fiqih
-
LCD
-
Al-Qur’an dan
terjemahannya
10. Waktu pelaksanaan Pembelajaran
- Menjelaskan hukum
taklifi dan penerapannya dalam Islam (3x45)
- Menjelaskan hukum wadh’i
dan penerapannya dalam Islam (3x45)
- Menjelaskan mahkum
bihi (fihi)(3x45)
- Menjelaskan mahkum
’alaih (3x45)
11. Media Pembelajaran
Pada
dasarnya semua jenis media bisa di terapkan dalam pembelajaran fiqh, akan
tetapi pendidik haruslah jeli dengan materi apa yang di sampaikan dan media apa
yang sesuai untuk proses komunikasi, khususnya dalam ilmu fiqh. Sehinggga
melalui proses komunikasi pesan atau informasi dapat di serap dan di hayati
oleh peserta didik tanpa adanya kesesatan dalam penerimaan konsep atau materi.
Oleh karena itu, ad beberapa kriteria yang patut di perhatikan dalam memeilih
media, yaitu:
a. Sesuai dengan tujuan yang inggin di
capai
b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran
yang sifatnya fakta, konsep, dan generalisasi
c. Praktis, luwes, dan bertahan
d. Guru terampil menggunakanya
e. Pengelompokan sasaran
f. Mutu teknis
Media yang sesuai dengan materi
hukum-hukum syar’i adalah:
- Realthing adalah manusia (pengajar), benda
yang sesungguhnya dan peristiwa yang sebenarnaya terjadi.
- Verbal
representation
adalah media tulis/cetak, misalnya buku teks, referensi dan bahan bacaan
lainnya.
- Simulations yaitu permainan yang meniru
kejadian yang sebenarnya.
B. Analisa Komprehensip
1.
Analisis Relefansi
Mengenai materi
pembelajaran
fiqihhukum-hukum syar’i Madrasah Aliyah kelas XIIsudah sesuai, tetapi alangkah
baiknya jika guru dapat berkreasi dan inovasi memberikan materi-materi
tambahan. Karena jika hanya berdasarkan materi yang ada pada buku siswa saja
peserta didik hanya akan punya pengetahuan yang standar saja. Terlebih lagi di
buku siswa pembahasan
materi hanya
sedikit, hanya beberapa lembar saja. Dan guru harus mempunyai pengetahuan awal dan paham tentang materi tersebut,agar tidak menimbulkan
kebinggungan pada peserta didik.
2. Analisis Efisiensi dan Efektifitas
Pembelajaran dikatakan efektif jika
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, adanya
partisipasi aktif dari anggota. Penyampaian materi fiqih Madrasah Aliyah kelas
XII tentang hukum-hukum syara’ dan pembagian alokasi waktu pelaksanaan
pembelajaran sudah sesuai. Kreatifitas guru dalam memanfaatan media untuk
menunjang pembelajaran sudah baik. Dan juga adanya partisipasi keaktifan dari
peserta didik yang dapat memicu pemahaman materi yang disampaikan oleh guru,
yang tidak memerlukan pengulangan penyampaian lagi, yang berdampak pada
penambahan waktu yang tidak efisein.
Efektifitas pembelajaran adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target pembelajaran tercapai. Proses
belajar mengajar mata pelajaran fiqih Madrasah Aliyah kelas XIIakan efektif
jika murid maupun guru cukup dipersiapkan. Kesiapan para murid meliputi
faktor-faktor fisik kognitif dan perkembangan rohani, latar belakang pengalaman
dan motivasi. Mengajar merupakan suatu kegiatan yang sangat memerlukan
ketrampilan profesional dan banyak sekali dari apa yang harus dikerjakan oleh
guru dan instruktur baik di dalam maupun di luar kelas melibatkan pengambilan berbagai
keputusan. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru atau pengajar adalah
mengelola pengajaran lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai
dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara dua subyek pengajaran
guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedang peserta
didik sebagai yang mengalami dan
terlibat aktif untuk memperoleh diri dalam pengajaran. Dalam pembelajaran yang aktif, seorang guru memerlukan metode
yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai setelah pelajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan
tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar. Pada pelajaran fiqih
Madrasah Aliyah kelas XII materi hukum-hukum syar’i guru bisa menggunakan
metode ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, pemberian
tugas dan pengamatan. Metode
apapun bisa digunakan selama penggunaanya untuk mencapai tujuan efektif dan
efesien.
3.
Analisis Inovatif dan Pengembangan
Berdasarkan komponen yang ada dalam
komponen keseluruhan sistem pendidikan, terdapat banyak hal yang perlu mendapat
perubahan, baik itu peningkatan, penyempurnaan maupun perbaikan melalui
kegiatan inovasi.
Bidang-bidang tersebut antara lain
menyangkut peserta didik, tujuan pendidikan, isi bahan ajar, media pelajaran,
fasilitas pendidikan, metode dan teknik komunikasi, structural tata laksana,
hasil-hasil pendidikan, situasi belajar mengajar dan sebagainya.
a. Bidang
peserta didik atau pelajar, kemampuan (achievement), peserta didik harus dapat
memahami materi yang telah disampaikan pendidik.
b. Bidang
tujuan pendidikan dengan rincian sebagai berikut :
Siswa dapat:
-
Menjelaskan
pengertian tentang Mahkum ’alaih.
-
Membaca
literatur untuk menggali hal-hal yang berkaitan dengan mahkum ’alaih.
-
Mendiskusikan hasil bacaan tentang ’awaridh al-ahli-yah
dan konsekuensi hukumnya.
-
Menterjemahkan
dalil dan Membaca dalil-dalil tentang mahkum ’alaih.
-
Menyimpulkan
tentang mahkum ’alaih.
c. Isi
pelajaran : Peserta didik dapat memahami hukum-hukum syar’i
d. Media
Pembelajaran ;
-
Realthing
-
Verbal representation
-
Simulations
e. Fasilitas
pendidikan ;Pendidik dapat memanfaatkan dan berkreatifitas dengan menggunakan
media yang ada sebagai penunjang terlaksananya pembelajaran.
f. Metode
dan teknik komunikasi ; interaksi langsung dan tidak langsung, metode yang
digunakan:
-
Ceramah
-
Tanya Jawab
-
Diskusi kelompok
-
Pemberian Tugas
-
Pengamatan
g. Evaluasi
hasil pendidikan ;
-
Pertanyaan lisan dikelas tentang materi hukum-hukum
syar’i
-
Ulangan Harian, ujian ini dilaksanakan setelah materi
pokok disampaikan.
-
Tugas Kelompok, dalam tugas ini peserta didik diberi
kesempatan untuk melakukan pengamatan tentang judul tugas yang diberikan oleh
guru.
-
Ulangan Tengah Semester.
-
Ulangan Semester, dalam ulangan ini dilakukan pada akhir
semester dengan bentuk soal ujian pilihan ganda semua atau campuran dan ada
yang berupa essay semua.
C.
Problematika Pengajaran Fiqih di
Tingkat MA
Yang menjadi kendala dalam
pembelajaran mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah adalah : pertama, dan
faktor eksternal yaitu masih adanya anggapan orang tua bahwa pendidikan agama
misalnya adalah sepenuhnya tanggung jawab pihak madrasah (pendidik) yang
mengakibatkan peserta didik kurang maksimal dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai yang terkandung dalam materi mata pelajaran Fiqih. Untuk itu
seharusnya ada kerjasama antara pihak madrasah dan orang tua untuk menyamakan
visi dan misi agar tujuan pembelajaran khususnya mata pelajaranfiqh dapat
tercapai. Kedua, darifaktor internal yang terdiri dari tenaga pendidik, materi,
metode, alat pembelajaran, dan evaluasi.Dilihat darisegi tenaga pendidik, bahwa
mata pelajaran fiqih diajarkan oleh para pendidik yang berbasis pesantren. Jadi
masih memegang paradigma pendidikan Islam kuno sehingga mereka kurang
profesional.Selanjutnya dilihat darisegi metode, metode yang digunakan hanya
terdiri darimetode bandongan, metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode
hafalan. Padahal mata pelajaran fiqih memerlukan adanya metode demonstrasi.
Kemudian dilihat darisegi alat pembelajaran, alat pembelajaran kurang memadai.
Kemudian dilihat darisegi evaluasi, masih berorientasi pada penguasaan aspek
kognitif saja.
D.
Alternatif Penyelesaian
MasalahPengajaran Fiqih di Tingkat MA
Demi terlaksananya pembelajaran mata
pelajaran fiqih yang lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan sehingga
dapat mengurangi masalah yang dihadapi. Sebaiknya para tenaga pendidik mata
pelajaran fiqh di Madrasah Aliyah dapat lebih meningkatkan proses pembelajaran
mata pelajaran fiqih, dansenantiasa memperhatikan teknik-teknik dan teori
pembelajaran yang baik serta akan lebih baik jika para pendidik mencoba untuk
menerapkan metode Drill maupun demonstrasi didalam proses pembelajaran.
Factor-faktor yang menjadi problem sebagai cambuk harus ditaklukkan sehingga
dapat menjadi pemicu bagi proses pembelajaran mata pelajaran fiqih yang
perfect, efektif, dan efisien.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan pembelajaran fiqih kelas XII semester 2
di MA/SMA, dalam pembelajaran khususnya materi hukum-hukum syar’i sudah
tertulis dalam RPP.
Pencapaian indikator dengan metode yang variasi ini
memudahkan siswa dalam menangkap pembelajaran yang diberikan oleh guru sehingga
keberhasilan dalam pencapaian indikator
bisa tercapai.
Pada RPP penulisan sumber pembelajaran tidak
diperjelas buku yang diambil. Pada kegiatan awal di RPP setelah guru memberikan
salam, tidak memeriksa kehadiran siswanya.
B. Kritik dan Saran
1. Saran untuk guru.
Guru hendaknya memperhatikan
lebih detail mengenai pembuatan silabus, RPP, prota dan promes, sehingga tidak
ada kekeliruan dalam penulisan dan bisa dibaca dengan baik untuk para penelaah
selanjutnya.
2. Saran untuk pengkaji selanjutnya.
3. Untuk pengkaji selanjutnya supaya dalam pengkajian
lebih detail dalam menelaah sehingga kekurangan yang ada di dalam kajian bisa
teratasi mendapatkan solusi yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar